Monday, February 22, 2016
Godaan Empat Istri Penguji Iman
Ada seorang pedagang kaya yang memiliki 4 orang istri. Dia paling mencintai istri ke-4-nya dan memanjakannya dengan berbagai fasilitas hidup yang bagus. Dia sangat penuh perhatian terhadap istri ke-4 dan selalu memberinya yang terbaik.
Dia juga sangat mencintai istri ke-3-nya. Dia sangat membanggakannya dan selalu ingin memamerkannya kepada teman-temannya. Namun demikian, sang pedagang senantiasa khawatir kalau istri ke-3 ini kabur dengan pria lain.
Dia juga mencintai istri ke-2-nya. Istri ke-2 ini adalah wanita yang penuh pengertian, penyabar, dan menjadi sandaran sang pedagang. Bilamana sang pedagang menghadapi masalah, istri ke-2 selalu datang dan membantunya memberikan jalan keluar dari masalah.
Sang istri pertama adalah wanita yang sangat setia dan telah berjasa besar dalam menjaga kekayaan dan kejayaan sang pedagang, serta mengurus rumah tangga mereka. Namun demikian, sang pedagang kurang mencintai istri pertamanya dan jarang memperhatikannya.
Suatu hari, sang pedagang jatuh sakit dan tak berapa lama dia menyadari bahwa dia akan segera meninggal. Dia teringat kehidupan mewah yang telah dijalaninya dan merenung: “Di sini aku punya 4 istri yang mencintaiku, tapi kalau aku mati… aku akan sendirian. Aku akan kesepian!”
Maka dia bertanya kepada istri ke-4, “Aku paling mencintaimu, melimpahimu dengan busana terbaik, dan mencurahkan perhatian besar kepadamu. Sebentar lagi aku akan mati, maukah kamu pergi bersamaku?” “Tidak bisa!”, jawab istri ke-4 sambil bergegas meninggalkannya. Jawaban itu laksana pisau tajam yang langsung menusuk hati sang pedagang.
Pedagang yang kecewa itu lalu bertanya kepada istri ke-3-nya, “Aku mencintaimu dengan segenap hidupku, tapi aku akan mati, maukah kamu pergi bersamaku?” “Tidak mau!”, jawab istri ke-3. “Hidup ini begitu indah! Aku akan menikah lagi kalau kamu sudah mati.” Mendengar jawaban ini, hati sang pedagang jadi runtuh.
Dengan sedih, dia bertanya kepada istri ke-2, “Aku selalu berpaling padamu dan kamu selalu menolongku. Sekarang aku butuh pertolonganmu lagi. Kalau aku mati, maukah kamu pergi bersamaku?” “Maaf, kali ini aku tidak sanggup menolongmu,” jawab istri ke-2. “Paling-paling, aku hanya bisa mengirimmu ke krematorium.” Jawaban ini bagaikan halilintar dan membuat sang pedagang diam terlongong-longong…
Tiba-tiba terdengar suara, “Aku akan tinggal bersamamu. Aku akan ikut ke mana pun kamu pergi.” Sang pedagang menoleh dan dia melihat istri pertamanya. Ia begitu kurus, lemah, dan tampak kurang gizi. Sang pedagang jadi sangat terenyuh… dan meratap lirih, “Aku seharusnya memperhatikanmu selagi aku bisa…”
Demikianlah, istri ke-4 adalah ibarat tubuh kita. Tak peduli seberapa lama dan besar usaha kita untuk mempercantik tubuh, tubuh tidak akan pergi bersama kita ketika kita mati.
Istri ke-3 ibarat jabatan dan kekayaaan kita. Ketika kita mati, tidakkah mereka pergi menjadi milik orang lain? Tidakkah orang lain mengambil alih posisi kita?
Istri ke-2 adalah ibarat keluarga dan teman-teman kita. Tak peduli betapa baiknya mereka saat kita hidup, paling jauh mereka hanya akan bisa mengantar kita ke krematorium.
Istri pertama, dalam hal ini diibaratkan sebagai kesadaran atau sisi spiritual kita, yang telah kita abaikan sepanjang waktu dalam pengejaran kesenangan material dan indrawi. Padahal, justru kesadaran inilah yang merupakan satu-satunya hal yang terus bersama kita ke mana pun kita pergi.
Oleh karenanya, sudah semestinya kita mulai mengembangkan dan melatih kesadaran kita, alih-alih menunggu sampai menjelang ajal dan meratap, “Aku seharusnya memperhatikanmu selagi aku bisa…”
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
assalamualaikum mohon izin berbagai ilmunya ya pak
ReplyDelete