Wednesday, February 11, 2015

Betapa dekatnya kita dengan Tuhan


Wacana SUFI ke-82

Sesungguhnya Allah itu Maha Dekat. 

Dan dekatnya Allah kepada kita, tidak bisa diimajinasikan dengan dekat jarak, baik jarak ruang maupun jarak waktu.

Kalau masih ada jarak sebagai bentuk kita memahami Maha Dekatnya Allah, berarti ada faktor yang membatasi antara kita dengan Allah. 

Nah, kalo ada faktor yang membatasi kita dengan Allah, sang faktor tersebut bisa memaksa Allah. 

Padahal Allah Ta'ala menegaskan dalam firmanNya : 
"Allah itu Maha Memaksa di atas segala hambaNya”.(QS. An An’am:18).

Hal Ini menunjukkan bahwa di satu sisi kita memahaminya tidak boleh dengan ada jarak, ruang dan waktu begitu juga penjuru, misalnya Allah itu sebelah selatan, timur, barat, utara. Sebab yang demikian Itu bisa membuat faktor penutup. 

Ada kisah tentang ikan yang pernah mengadakan sayembara antar ikan, dalam rangka suksesi untuk meenentukan siapa yang bakal menjadi raja ikan.

Sayembaranya yaitu barang siapa yang bisa menemukan air, maka dialah yang berhak menjadi raja. 

Para ikan pun bertanya pada sang raja, "kenapa harus air tuan ?"
"ya, krn air itu sumber kehidupan kita", kata si raja. 

Para ikan beramai-ramai mencari air, dan telah berlangsung selama bertahun-tahun. Akhirnya, raja mengambil keputusan memberi deadline waktu untuk membatasi pencarian, "nanti laporkan semua hasilnya, siapapun yang menemukan air diangkat jadi raja!". 

Ternyata, tak satupun ikan yang berhasil menemukan air. 

Ini hanya metafor, soal air yang sehari-hari begitu dekat dengan ikan, sampai membuat para ikan tidak mengerti ada air. 

Hal tersebut karena sangat dekatnya air dengan ikan, dan rasanya tidak ada tirai antara ikan dengan air. 

Begitu juga manusia, "kenapa ya aku tidak bisa melihat Tuhan ?". Karena sangat Maha Dekatnya Allah dengan kita. 

Sekedar dekatnya makhluk saja, kita tidak bisa melihat seperti cerita ikan tadi, apalagi kepada Sang Khalik. 

Tetapi akhirnya, kita kemudian memandang dan berinteraksi dengan Asma, Sifat dan Af'al-Nya, yang bisa kita lihat melalui mata hati.

Makanya, seseorang harus mampu merasa terus menerus berinteraksi dengan Allah. "
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid Ponpes Gus Dur, Ciganjur, Jakarta Selatan | 2 Feb 2015]