Wednesday, February 26, 2014

Tasawuf Membangun Optimisme

 

Wacana SUFI ke-66

Tasawuf itu membangun optimisme luar biasa. 
Jangan sampai dosa-dosa kita yang bertumpuk di masa lalu itu menimbulkan :
  1. Membuat kita kehilangan husnudzon kepada Allah swt. 
  2. Membuat istiqomah kita turun. 
Rata-rata orang habis berbuat salah, dia mulai tidak istiqomah, “waduh, saya banyak dosa”. Tiba-tiba dia malas tahajud, padahal biasanya rajin, "kayaknya Allah tidak senyum selebar kemarin”. 
Begitu juga sebesar apapun masa lalu kita, harus dipahami bahwa itu juga bagian cara Allah mendidik kita. Betapa banyak orang yang dididik oleh Allah melalui pintu-pintu kesalahan. 
 
Jadi kemudian dengan begitu, orang tetap husnudzon kembali kepada Allah, tetap terima kasih kepada Allah swt. 
Hari kemarin aku memang bersalah, tetapi bukan untuk besok aku bersalah lagi,
  1. Siapa tahu itu caraMu menakdirkan aku lebih dekat denganMu. 
  2. Siapa tahu itu adalah kesalahan terakhir yang Engkau takdirkan kepadaku, setelah itu tidak ada lagi. 
Dan tentu mantan salah, lebih baik daripada mantan benar. Orang benar terus, bisa berbahaya juga. Seperti apa bahayanya ? 
  1. Lama-lama membuat dia sombong, “sekarang aku yang paling benar nih” 
  2. Mulai mentakjubi/kagum pada proses perjalanan dirinya yang benar.
Kadang-kadang orang yang benar terus, oleh Allah swt langsung dijatuhkan, supaya menyadari, muncul kembali rasa butuh dan bersalahnya kepada Allah, sehingga kemudian dia mulai bersahaja kembali. "
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid Baiturrohim, Beji Timur, Depok | 25 Februari 2014 - video menit ke 17:26]


*********

perhatian: Bagi yang ingin download, harus ijin terlebih dahulu, dengan cara meninggalkan jejaknya, klik tombol Like/Jempol/Tweet/g+ atau mengisi Komen. 


Monday, February 24, 2014

Beda Bisikan Ilahi, Malaikat, Syetan dan Nafsu

 

Wacana SUFI ke-65

Himmah adalah cita-cita/hasrat yang kuat.  
Himmah muncul setelah irodah/kehendak, dan awal perjalanan kehendak/hasrat kita itu diawali oleh intuisi. 
Intuisi terbagi menjadi empat macam dan bagaimana cara kita membedakannya ?   
1. intuisi ilahi  
intuisi berupa seseorang diberi langsung oleh Allah swt, biasanya berupa ilham, karakteristiknya seseorang tiba-tiba tumbuh sebuah kesadaran yang luar biasa untuk dekat dengan Allah swt. 
2. intuisi malaikat 
Intuisi malaikat itu semacam terjadi dialog didalam bathinnya yang menuju kepada Allah swt. 
 
3. intuisi syetan 
Sebaliknya intuisi syetan juga terjadi dialog di dalam bathinnya tetapi berjalan menjauh dari Allah swt dan menuju keburukan. 
4. intuisi nafsu 
Kalo intuisi nafsu itu serentak, tetapi munculnya serba ingin senang, enak, malas, bebas dari tanggung jawab dst.  
 ------
Intuisi turun menjadi Irodah atau cita-cita/kehendak, lalu muncul menjadi himmah/hasrat. Dari hasrat menjadi azzam/tekad, dari tekad turun menjadi 'menuju tekad' baru berubah menjadi niat.  
Jadi niat itu posisi paling bawah dari gradasi intuisi. "
[DR. KHM. Luqman Hakim | Kantor Pusat PT TELKOMSEL Jakarta Selatan | 23 Januari 2014 - video menit ke 00:00]


*********

perhatian: Bagi yang ingin download, harus ijin terlebih dahulu, dengan cara meninggalkan jejaknya, klik tombol Like/Jempol/Tweet/g+ atau mengisi Komen. 


Friday, February 21, 2014

Wilayah Ijtihad dan Non-Ijtihad

Wacana SUFI ke-64

Wilayah syariat adalah wilayah ijtihad, wilayahnya manusia untuk berfikir. Hukum syariat mulai zaman abad pertengahan dahulu hingga sekarang selalu mengikuti perubahan, artinya ditafsirkan sesuai dengan zaman.  
Zaman sekarang supaya bisa mengikuti aturan ilahiyah itu bagaimana ya ? akhirnya itulah yang dinamakan wilayah ijtihad. Jadi ijtihad itu memang ada, taqlid pun juga ada.  
Taatlah pada Allah, kalo secara syariat berarti taatlah pada sumber Al-Qur’an. Taatlah kepada Rasul, sumbernya dari hadis. Dan taatlah kepada Ulil Amri, di wilayah syariat yang dimaksud ulil amri adalah mujtahid.  
Kalo anda menemui permasalahan sebuah pertentangan hukum, apakah hukumnya halal atau haram ? maka kembalilah kepada Allah dan Rasul, maksudnya dikonfirmasi lagi dengan isi di dalam Al-Qur’an, apakah ada atau tidak ? terus di dalam Hadis, apakah ada atau tidak ? ketika konfirmasi dilakukan, muncul lah yang namanya qiyas, kaidah-kaidah fiqiyah, dan tujuan utama syariat. 
Rujukan berdasarkan tujuan utama syariat, contohnya pada masa Sayyidina Umar bin Khatab Ra, pada saat beliau mengambil keputusan, yang ketika itu dianggap oleh sahabat yang lain sangat kontroversial. 
Ada seorang pencuri yang ditangkap, tetapi oleh Sayyidina Umar bin Khatab Ra tidak dipotong tangannya, hal inilah yang membuat para sahabat yang lain mempertanyakan keputusannya. 
Para Sahabat :  “lho, kenapa ? padahal ayatnya sudah jelas harus dipotong tangannya”
Sayyidina Umar bin Khatab Ra : “kita tanya dulu, dia mencuri karena apa?”
Kemudian pencurinya ditanya, “Hai Pencuri, kamu mencuri karena apa?” 
Pencuri : “saya kelaparan tidak bisa makan tuan Khalifah. Saya tidak punya makanan dan akhirnya mencuri untuk makan”. 
Sayyidina Umar bin Khatab Ra balik bertanya ke para sahabat : “menurut kalian sebenarnya hukum syariah ditegakkan untuk apa sih ?” 
Para Sahabat : “Ya untuk menciptakan keadilan” 
Sayyidina Umar bin Khatab Ra : “apakah adil saya memotong tangan pencuri yang mencuri karena kelaparan?” 
Para Sahabat : “Ya tidak adil” 
Sayyidina Umar bin Khatab Ra : “Ya sudah, karena itu tidak usah dipotong tangannya” 
Inilah yang dinamakan tujuan utama perintah Allah itu untuk apa ? maka dari itu ada wilayah-wilayah ijtihadiyah. Sedangkan wilayah non ijtihad seperti apa ? yaitu Iman yang berada di wilayah Qolbu. 
Misal bahwa Allah itu Esa, tidak ada itu wilayah ijtihad. Tidak ada satupun orang yang akan mempertanyakan Ke-MAHA ESA-an Allah Swt. "
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid Jami' AL ISTIQOMAH, Depok2 Tengah | 7 Februari 2014 - video menit ke 00:00]


*********

perhatian: Bagi yang ingin download, harus ijin terlebih dahulu, dengan cara meninggalkan jejaknya, klik tombol Like/Jempol/Tweet/g+ atau mengisi Komen. 


Thursday, February 20, 2014

TAKDIR Menurut Syariat Hakikat

Wacana SUFI ke-63

Memahami takdir secara syariat dan hakikat. 
Secara syariat bahwa apa yang kita usahakan selama ini akan dapat merubah sesuatu, sehingga kemudian Allah swt akan mengabulkan untuk merubahnya. Sedangkan secara hakikat bahwa semua yang terjadi, dapat berubah atau tidak berubah semuanya kehendak Allah swt.    
Menurut syariat atau akal pikirian bahwa apapun itu kalo 'baik' pasti datangnya dari Allah swt, kalo 'buruk' pasti datangnya dari nafsu kita. Tetapi berbeda jika menurut hati atau hakikat, bahwa 'baik' atau 'buruk' semuanya ditentukan Allah swt.  
--padahal yang disebut 'baik' itu belum tentu enak lho ya! yang benar maksudnya 'baik' adalah seluruh proses sampai gol berada dalam koridor kebajikan.-- 
Takdir oleh Rasulullah saw diposisikan di dalam Rukun Iman yang letaknya di wilayah qolbu atau wilayah hakikat, bukan di dalam Rukun Islam yang sering disebut wilayah syar’i/syariat. Dan hakikat itu tidak sekedar dipahami saja, tetapi harus diwujudkan dan dipraktekkan.  
Karena takdir di wilayah qolbu, maka hati kita lah yang seharusnya akan mengatakan takdir baik atau takdir buruk, takdir enak atau takdir tidak enak.  
Hal ini seperti di terangkan dalam Al-Quran, “Allah menentukan segala-galanya”. 
Kemudian ada orang yang beranggapan, “wah, kalo begitu saya mau marencanakan keburukan saja, karena semua dari Allah”, nah yang bicara seperti ini adalah akal pikiran, bukan dari hatinya. 
Jadi hati itu tidak akan pernah merekayasa. "
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid Jami' AL ISTIQOMAH, Depok2 Tengah | 7 Februari 2014 - video menit ke 00:00]


*********

perhatian: Bagi yang ingin download, harus ijin terlebih dahulu, dengan cara meninggalkan jejaknya, klik tombol Like/Jempol/Tweet/g+ atau mengisi Komen. 


Tuesday, February 18, 2014

Ingin Surga Dunia Harus Ridho

Wacana SUFI ke-62

Ada orang yang sudah berusaha dan melakukan amaliyah apapun, tapi sering tidak merasakan bahagia, sebenarnya mana yang disebut bahagia itu ? ini adalah kalimat yang menjebak.  
Sebenarnya di dunia ini bukan tempatnya bahagia, juga bukan tempatnya senang. Bahagia dan senang hanyalah sesuatu sepintas lewat saja. Justru ketika kita ridho, kebahagiaan akan datang dengan sendirinya. 
Surga itu isinya kebahagiaan. Jadi kalo ingin merasakan surga di dunia, harus ridho!. Ridho itu pintu Allah yang paling agung dan surga dunia. Termasuk ridho terhadap kondisi tidak bahagia tadi yang sedang kita alami. 
 
Jika anda sedang ingin menuju melakukan sesuatu apapun itu, misal ketika anda sedang ibadah, atau ketika anda beraktivitas, bahkan ketika anda ingin menegakkan kebenaran, ataupun ingin membuang kebathilan, kalo yang muncul di hati anda “ya Allah, sebenarnya aku melakukannya demi meraih ridhoMu”. Maka saat anda berjalan, rasanya menjadi enteng, tidak ruwet duluan yang ada di hati dan pikiran.  
Orang berjuang, ya berjuang saja. Jangan ketika mau berjuang, sudah terbayang berbagai masalah, kendala dan jalan keluarnya yang dipikirkan sebegitu ruwetnya. 
Coba dikembalikan saja, “ya Allah, ini semua dalam rangka meraih ridhoMu”. Itu tiba-tiba ya enteng saja, karena dia tidak punya beban, misal mengenai apa kata orang karena mungkin dia jaga image. 
Sebenarnya satu-satunya yang membebani kita adalah kalo kita tidak diridhoi oleh Allah dalam perjalanan ini. "
[DR. KHM. Luqman Hakim | Ponpes Ciganjur GUSDUR, Jakarta Selatan | 17 Januari 2011 - video menit ke 07:10]

Monday, February 17, 2014

Pasrahnya Kepada Allah Tidak Bernilai

Wacana SUFI ke-61

Banyak orang berbisnis memiliki pemikiran ketika dia pasrah kepada Allah, bisnisnya akan menuai sukses. 
Apakah ketika kita pasrah kepada Allah niatnya supaya sukses ? kalo benar pasrah kita kepada Allah niatnya sukses, pasrah kita tidak akan mendapat apa-apa. Bakal tidak mendapatkan pahala dan tidak ada nilainya sama sekali di hadapan Allah, karena pasrahnya supaya sukses.  
Ada cerita dari seorang kawan yang sedang bisnis jual-beli otomotif, dinasehati oleh temannya “kamu kalo bisnis jangan serakah. Pokoknya nanti kalo sudah dapat laba sedikit, jual saja. Tidak usah menunggu mendapat laba banyak. Keinginan menunggu laba banyak itu sudah serakah”. 
Akhirnya nasehat tersebut dijalankan, begitu dijalani benar terjadi, setiap dia beli mobil misal dengan harga 70jt, maksud rencananya begitu ada pembeli menawar dengan harga 72jt, bakal dia kasihkan. Tidak tahunya ada orang yang mau membeli sampai dengan harga 90jt. Lha, gara-gara saya tidak serakah ini, langsung mendapat laba banyak. 
Apa yang terjadi ? ini juga nilai cobaan muncul. Lantas dia berpikir “kalo begitu saya tidak serakah saja, supaya dapat laba banyak”, lha ini khan serakah juga. 
 
Perjalanan hati ini lembut sekali, kelihatannya sudah benar, tiba-tiba ternyata masih kepleset juga. Harus hati-hati. Makanya sebaiknya tidak perlu dipikir. 
Cukup Allah saja. Senang itu juga datang dari Allah. Tidak suka juga dari Allah. Ridho saja berjalan menuju Allah. 
Ada tikungan-tikungan yang sangat mengejutkan, ketika kita mulai tancap gas dan ngebut. Barangkali pernah hati kita berkata "wah asyik ini, benar Allah, saya mulai tawakal". Tiba-tiba muncul tikungan, sehingga membuat kita terjungkal kepleset. "
[DR. KHM. Luqman Hakim | Ponpes Ciganjur GUSDUR, Jakarta Selatan | 17 Januari 2011 - video menit ke 04:00]

Friday, February 14, 2014

Menyampaikan TASAWUF Dengan Bijak

Wacana SUFI ke-60

Siapapun orangnya, jika anda melihat bahwa orang tersebut selalu menjawab apa saja yang ditanyakan, dan dia mengungkapkan apa saja yang dia ketahui serta saksikan, menunjukkan atas kebodohan orang tersebut.   
Misalnya semalam dia mendapatkan pengalaman ruhani tertentu, lantas mengungkapkannya kepada orang lain, itu bodoh namanya, kenapa ? karena di dalam Al-Qur’an disebutkan “ajaklah ke jalan Tuhanmu, dengan cara yang bijak”.  
Artinya kalo kita mengungkapkan apa saja yang anda ketahui kepada orang lain, itu namanya tidak bijak, karena kita tidak tahu apakah orang itu sudah waktunya perlu mengetahuinya atau belum. 
Jika pengetahuan di level mahasiswa, disampaikan kepada anak TK, berarti menunjukkan bahwa yang menyampaikan bodoh sekali, dan bukan anak TK-nya yang bodoh jika tidak dapat memahaminya.  
 
Menanggapi hal ini, ada satu orang bertanya, “apakah anda tidak tahu bahwa orang yang menyembunyikan pengetahuan bermanfaat, kelak di akherat akan dicambuk dengan cambuk api neraka?”. Berarti kalo kita mendiamkan pengetahuan yang berguna, bakal akan dihajar di hari kiamat.  
Kemudian pertanyaan tersebut dijawab, “sudahlah…. letakkan saja cambuk itu, dan pergilah. Kalo ada orang datang, yang berhak menerima ilmu tadi, akan saya berikan semuanya! kalo tidak, maka cambuklah aku!”. 
Inilah yang diperintahkan Allah swt, “katakan Muhammad, masing-masing umatmu itu mengamalkan menurut kemampuan di dalam jiwanya”. Maksud dari kemampuan didalam jiwa tersebut meliputi jiwa intelektualnya, jiwa qolbunya, jiwa ruhnya, jiwa sirr-nya, dimana masing-masing orang kemampuannya berbeda.  
Sayyidina Ali bin Abi Thalib kwh mengatakan “sampaikan kepada manusia itu menurut pengetahuan mereka”. Oleh karena itu, para Sufi pun menyampaikan rahasia-rahasia ilahiyah tidak dengan “gebyah uyah”, tidak asal disampaikan begitu saja. 
Kadang disembunyikan dalam simbol-simbol syair yang indah, kadang  dibungkus dengan bahasa-bahasa rahasia, agar kelak ketika ada orang yang memang waktunya mengenal , akan mengenal dengan sendirinya.  
Apakah anda ingin justru mereka mendustai Allah dan RasulNya? 
Janganlah anda menyampaikan ajaran tasawuf kepada orang lain seperti ungkapan berikut, “yang penting saya sampaikan, percaya atau tidak percaya silahkan saja!”. Ini namanya kita yang bodoh. "
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid Jami' Baiturrohim, Beji Timur, Depok | 11 Februari 2014 - video menit ke 00:00]


*********

perhatian: Bagi yang ingin download, harus ijin terlebih dahulu, dengan cara meninggalkan jejaknya, klik tombol Like/Jempol/Tweet/g+ atau mengisi Komen. 


Tuesday, February 11, 2014

Makrifah Billah

Wacana SUFI ke-59

Manakala Allah membuka perspektif makrifat kepadamu, tiba-tiba anda dibukakan pintu makrifat oleh Allah, janganlah engkau peduli bahwa amalmu masih sedikit. 
Allah membuka pintu makrifat kepada hambaNya tidak tergantung amaliyah, mujahadah, tazkiyah di dalam diri hamba, sebab makrifah itu prerogratifnya Allah. 
Yang memakrifatkan kita, bukanlah dari kita, tetapi Allah itu sendiri. Sebenarnya Allah yang mengenalkan diriNya, jadilah kita makrifah. Bukan pula kita mencari supaya kenal Allah, kemudian kita menemukan dan bisa mengenal Dia, tentunya bukan seperti itu. 
Semua proses ta’aruf, kemakrifatan dikarenakan oleh Allah itu sendiri, tidak tergantung sebab lainnya, misalnya “wah saya kemarin bermaksiat, apa bisa saya makrifat hari ini?”, atau sebaliknya “saya sudah lima tahun mujahadah, puasa, dzikir, tidak pernah berdosa, pasti saya bisa makrifat!”, sama sekali tidak seperti itu. 
Itu semua tidak ada hubungannya dengan amal kita. Makrifat adalah sebuah proses pengenalan dari Allah kepada kita, bukan kita kepada Allah, menurut caranya Allah baik itu proses, situasi, ataupun kondisinya. 
Seandainya makrifah dari kita, maka pasti kita bisa merencanakan “besok, minggu depan, makrifatku sekian…… bulan depan naik sekian…… tahun depan harus sudah sekian……”, padahal sebenarnya tidak bisa begitu. 
 
Dzat yang memerintahmu, yaitu yang akan memberi dan menampakkan sifat Qohhar-nya kepadamu. 
Kemakrifatan berupa pengenalan Allah pada hamba, merupakan bagian manifestasi dari sifat Qohhar-nya Allah, maunya Allah sendiri yang memaksa. Makrifah akan kapan terjadi, dimana, dalam kondisi apa, situasi kapan, atau usia berapa, semuanya Allah Yang Maha Qohhar. 
Makrifah tidak ada hubungannya dengan banyaknya amaliyah kita, kenapa demikian ? supaya kita tidak iktimad pada amal. Jika orang bisa menentukan kemakrifatannya, orang akan menjadi iktimad pada amal, dan akhirnya dia akan menentukan sendiri “amalku sekian, makrifatku sekian”. 
Supaya iktimad itu Billah, Allah pun mengenalkan dirinya kepada kita yang disebut Makrifah tersebut, sehingga makrifah itu billah, semua dari Allah dan kepada Allah. 
Termasuk misalkan kita diberi pengetahuan, perspektif cakrawala kemakrifatan, semuanya dari Allah dan hanya menuju Allah. Karena itu kita harus melaksanakan perintahNya, dan wajib pula kita menyerahkan pada sifat Qohhar-nya Allah. 
Contoh lain seperti khusyuk, bagaimana situasinya? itu adalah muhibbah ilahiyah, pemberian Allah, manusia tidak bisa merencanakan wujud khusyuknya, volumenya, kadarnya, kapan, dst. 
Semuanya, Allah juga yang menentukan! "
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid Jami' An Nuur, MODERN HILL, Pondok Cabe, Tangerang Selatan | 10 Februari 2014 - video menit ke 00:00]


*********

perhatian: Bagi yang ingin download, harus ijin terlebih dahulu, dengan cara meninggalkan jejaknya, klik tombol Like/Jempol/Tweet/g+ atau mengisi Komen. 


Monday, February 10, 2014

Nafsu Memaksa ALLAH Swt Mengikuti Seleranya

Wacana SUFI ke-58

Manusia memiliki kecenderungan untuk memasuki wilayah yang sudah dijamin Allah swt, dikarenakan adanya dorongan nafsunya. Nafsu kita kepingin memproyeksi supaya Allah swt mengikuti selera kita. 
Ada satu kisah dari kawan saya bernama Mohammad Sobari yang terkenal, suatu ketika datang kepada GUSDUR dan ceritanya mau laporan, “Gus, ini kita punya kawan, tidak mau sholat orangnya?” jawab GUSDUR sederhana saja “iya biarin aja, dia itu maunya Allah yang nyembah dia…..”. 
Kalimat tersebut dalam sekali, dan inikan gambaran umumnya manusia, maunya Allah yang mengikuti keinginan kita semua, seakan-akan kita yang menjadi Tuhan!. 
Lalu disitulah orang membuat timbangan-timbangan sendiri, “nanti kalo saya tahajud bisa istiqomah selama 2 tahun, pasti bisa merubah nasib. Namun ternyata nasib kok tidak ada perubahan ya?”.  
Akhirnya mulai kendor lagi tahajudnya, padahal tahajud itu lebih utama daripada perubahan nasib dia!. Ini mesti ditegaskan dalam tekad hidup kita di dunia ini. 
 
Menurut Syech Ibnu ‘Athaillah, “seriusmu terhadap hal-hal yang sudah dijamin oleh Allah dan anda sembrono terhadap hal-hal yang dituntut oleh Allah, menunjukkan butanya mata hatimu “. 
Manusia banyak sekali serius terhadap hal-hal yang sudah dijamin Allah Swt, padahal itu bisa membuat kabur mata hatinya, dan ini merupakan salah satu wujud keanehan dari manusia.
Manusia inginnya menentukan jaminan-jaminan, misalnya soal pahala. Manusia sering membayangkan pahala, terlebih membayangkan surga dan seisinya. Padahal apapun yang kita bayangkan, besok di akherat tidak sama sekali seperti yang pernah kita bayangkan akan terjadi seperti itu. 
Sehebat-hebat apapun bayangan kita tentang surga, pasti wujudnya surga tidak seperti yang anda bayangkan, karena itu tidak usah dibayangkan, bagaimana rasanya? juga tidak perlu dibayangkan. 
Contoh lain, anda ingin membayangkan tentang bidadari, besok di akherat bakal tidak seperti yang anda bayangkan, karena itu tidak usah melamun bidadari. "
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid Jami' AL ISTIQOMAH, Jl. Merdeka Raya, Belakang SAMSAT, Depok 2 Tengah | 7 Februari 2014 - video menit ke 39:20]


*********

perhatian: Bagi yang ingin download, harus ijin terlebih dahulu, dengan cara meninggalkan jejaknya, klik tombol Like/Jempol/Tweet/g+ atau mengisi Komen. 


Live Streaming : Radio Cahaya SUFI - 10 Februari 2014



 

Jadwal live radio streaming pengajian Tasawuf AlHIkam bersama DR. KHM. Luqman Hakim

Hari      :  Senin malam Selasa

Tanggal :  10 Februari 2014

Waktu   :  20.30 wib

Lokasi   :  Masjid Jami' An Nuur, Modern Hill, Pondok Cabe, Tangerang Selatan

atau 

klik channel Radio Cahaya SUFI

Saturday, February 8, 2014

Mengalami Konflik Bathin

Wacana SUFI ke-57

Himmah itu adalah hasrat yang kuat.  
Meskipun himmah telah sesuai dengan rencana yang rapi, tetap tidak akan bisa merobohkan dinding takdir!. Hal tersebut perlu dipahami dalam bahasa hakekat, agar kita tidak mengalami konflik bathin dengan Allah.  
Orang sering mengalami konflik bathin dengan Allah ketika berikhtiar. Padahal sudah direncanakan dengan baik, caranya juga dengan cara yang baik, doanya juga baik. Dan kalo diukur dengan hukum syariat, ikhtiar tersebut sudah sangat sesuai dengan syariatnya, namun tetap saja hasilnya gagal berantakan.  
Kemudian orang menjadi susah dan bergolak bathinnya. Kondisi seperti ini jika hatinya tidak ditata, sangat mudah mengalami konflik antara pikiran dengan hatinya. Inilah mengapa Syech Ibnu ‘Athaillah menganggap hal ini sangat penting disampaikan, supaya seluruh proses hidup yang kita jalani ini, sebenarnya harus serasi dengan qudrat dan iradahnya Allah swt.  
 
Apa yang dimaksud berserasi itu ? yaitu apapun yang kita upayakan dan rencanakan, hasilnya sukses ataupun tidak, tetap itu takdirnya Allah swt. Ini juga berarti bahwa yang berjalan, yang berlangsung, memang semuanya kehendak Allah swt.  
Seandainya gagal, apakah itu juga termasuk kehendaknya Allah swt ? ya! kehendak Allah juga, karena kegagalan itu sebenarnya hakekat pemberian. Diberi dalam bentuk apa ? diberi gagal tadi. Oleh karenanya janganlah kita hanya terpaku hanya pada wujud, bentuk ataupun simbol dari yang ada.  
Contohnya alam semesta ini, kehidupan yang kita alami sehari-hari, kalo kita terpaku hanya pada wujud dan bentuk yang nyata di dunia ini saja, maka sesungguhnya kita sedang jauh dari yang menciptakan ini semua, Allah Rabbul Izzah. 
Inilah yang mengakibatkan munculnya aliran ‘materialisme’, yaitu suatu aliran yang berpandangan bahwa materi atau wujud nyata itu adalah akhir dari kebenaran.  
Kebenaran seperti apa ? misalnya kebenaran tentang 1+1 wujudnya itu harus sama dengan 2, dan api itu wujudnya harus panas, padahal dia lupa yang terjadi pada apinya Nabi Ibrahim itu tidaklah panas.  
Di dalam Al-Qur’an disebutkan “Allah itu berkuasa, meliputi kekuasaan atas segala hal apa saja, tidak ada ketentuan Allah yang tidak meliputi segalanya”. 
Termasuk juga kelemahan atau kemampuan kita, semuanya ditentukan oleh Allah swt. Seandainya tidak ada takdir dan ketentuan Allah swt, tentunya kita tidak akan pernah maujud dan tidak pernah nyata adanya. 
Sekarang yang penting adalah bagaimana kita dapat menata dan merespon posisi takdir dengan posisi ikhtiar sesuai dengan posisinya masing-masing. "
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid An Nuur, Modern Hill, Pondok Cabe, Tangerang Selatan | 9 Desember 2013 - video menit ke 00:00]

Friday, February 7, 2014

Berilah Kemudahan dan Kabar Gembira

Wacana SUFI ke-56

Ada satu hadis “yassiru wala tuassiru bashiru wala tunaffiru ”, Rasulullah saw pernah bersabda “Permudahlah, Janganlah dipersulit, Berilah kabar gembira, Jangan dibuat orang itu tunggang langgang, lari dari sisimu”. 
Berdakwah itu harus membawa kabar yang menyejukkan jiwa, dan bukan malah mengusir orang. 
Bagaimana arti hadis ini secara tasawuf ?  
“yassiru wala tuassiru” artinya berilah kemudahan, jangan beri kesulitan. Apa yang dimaksud memudahkan dan yang menggembirakan itu ? yaitu jalan menuju Allah. 
“bashiru“ artinya berilah kabar gembira, yaitu tunjukkan mereka jalan menuju Allah, pasti orang akan menjadi gembira dan ringan.  
“wala tunaffiru” artinya jangan membuat lari tunggang langgang dan mengusirnya, itu pastilah jalan yang tidak menuju kepada Allah.  
 
Semua masalah hidup kita di dunia, pasti gara-garanya selain Allah, sehingga membuat kita tidak gembira dan membuat sulit. Sebenarnya memang selain Allah itu pasti tidak menggembirakan dan menyulitkan. 
Apakah seseorang bisa bersama Allah, disaat menghadapi berbagai persoalan ? seharusnya memang demikian, hati kita harus terus-menerus dengan Allah, masalah cukup kita lihat hanyalah sebagai masalah saja.  
Janganlah anda merasa asing dengan masalah-masalah di dunia, sepanjang Anda hidup di dunia, karena sifatnya dunia itu masalah. Dunia memiliki sifat dan karakter masalah itu sendiri. Berarti kalo kita memang nawaitu-nya hidup di dunia, tentunya harus berani menghadapinya.  
Ibnu ‘Athaillah mengatakan “kehendakmu untuk tajrid”, misalnya anda berkehendak “ya sudahlah, dunia isinya kok ruwet sekali, saya mau outbound, nyepi saja, tinggalkan semuanya. Saya ingin konsentrasi ke Allah saja!” 
Padahal justru ini nafsu yang tersembunyi, meskipun terlihat baik sekali niatnya ke Allah saja. Kenapa bisa disebut nafsu ? ternyata tujuan kita hanyalah ingin bebas dari beban dunia itu saja.  
Banyak orang beralasan kelihatannya menuju kepada Allah, tapi sebenarnya dia malas saja menghadapi dunia, dan inilah nafsu yang tersembunyi, tidak kelihatan. "
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid BANK INDONESIA Jakarta Pusat | 9 Februari 2011 - video menit ke 02:11]

*********

perhatian: Bagi yang ingin download, harus ijin terlebih dahulu, dengan cara meninggalkan jejaknya, klik tombol Like/Jempol/Tweet/g+ atau mengisi Komen. 


Live Streaming : Radio Cahaya SUFI - 7 Februari 2014



 

Jadwal live radio streaming pengajian Tasawuf AlHIkam bersama DR. KHM. Luqman Hakim

Hari      :  Jum'at malam Sabtu

Tanggal :  7 Februari 2014

Waktu   :  20.30 wib

Lokasi   :  Masjid Jami' AL-ISTIQOMAH, jl Merdeka Raya (belakang Samsat Depok), Depok 2 Tengah


atau 

klik channel Radio Cahaya SUFI

Thursday, February 6, 2014

Cita-Citanya Bermajlis Dengan ALLAH Swt

Wacana SUFI ke-55

Janganlah putus asa! kalo Allah sudah menurunkan ampunan, sebesar apapun dosanya akan tampak sangat kecil. Ini soal bagaimana seseorang walaupun ibadahnya ‘belang bentong’ atau bolong-bolong, dan tidak karuan, tapi cintanya tetap harus kokoh kepadaNya. Hal ini penting untuk memegang rasa cinta kepada Allah swt, karena dengan rasa cinta tersebut akan banyak sekali tumbuh harapan luar biasa. 
Barangkali bisa diambil pelajaran dari kisah-kisah tobat di dalam kitab at-tawwabin. Kitab tersebut sudah saya terjemahkan ke dalam buku yang berjudul “Mereka Yang Kembali”. Berisi kisah tobatnya para malaikat, tobatnya para nabi, tobatnya raja-raja dholim, tobatnya ahli maksiat, tobatnya para pelacur, tobatnya orang-orang yang memiliki sifat-sifat sadis. Dalam kisahnya, semua tobatnya orang-orang tersebut diterima oleh Allah swt, hidupnya khusnul khotimah, dan diampuni oleh Allah swt. 
Kenapa bisa diampuni ? dan ada apa dibalik mereka semua ? meskipun memang tidak dijelaskan oleh pengarang kitab tersebut, tetapi sesungguhnya mereka semua barangkali iktimad-nya kepada Allah, bukan kepada amal baik dan amal buruk. Mereka punya cinta kepada Allah swt.
Dulu ada kisah seorang kepala desa di daerah Madiun, Jawa Timur. Hidupnya dari muda sampai sudah tua sekali, masih saja menjadi kepala desa. Keseharian hidupnya terus-menerus jaipongan/dangdutan, penuh hura-hura. Tapi pada akhirnya dia bertobat dan naik haji. 
Setelah bertobat, kemudian ditanya “Pak, besok cita-cita hidupmu seperti apa?”, dia bilang “sejak dulu cita-cita saya adalah nanti ingin setiap hari ‘jagongan’ dengan Gusti Allah!, terus-menerus bermajlis dengan Allah saja!”. 
Meskipun sejak dulu hidupnya penuh dengan maksiat, tapi keinginan bermajlis tersebut sangat dia tanamkan. Rupanya memang pada akhir masa tuanya minattaibin, bertobat dan menjadi bagus, karena sesungguhnya ada cahaya yang dia pegang terus-menerus di hatinya.
Kita tidak tahu, kapan cahaya itu kemudian menerangi yang lain-lain, yang penting pegang teguh cahaya cinta kepada Allah swt. "
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid BANK INDONESIA Jakarta Pusat | 5 Februari 2014 - video menit ke 33:20]

*********

perhatian: Bagi yang ingin download, harus ijin terlebih dahulu, dengan cara meninggalkan jejaknya, klik tombol Like/Jempol/Tweet/g+ atau mengisi Komen. 


Wednesday, February 5, 2014

Live Streaming : Radio Cahaya SUFI - 5 Feb 2014



 

Jadwal live radio streaming pengajian Tasawuf AlHIkam bersama DR. KHM. Luqman Hakim

Tanggal : Rabu, 5 Februari 2014

Waktu   : 17.00 wib

Lokasi   :  Masjid BANK INDONESIA, Jakarta Pusat


atau 

klik channel Radio Cahaya SUFI