Friday, January 31, 2014

Menghindari Menerjemahkan Perintah dan LaranganNya

Wacana SUFI ke-51

" Banyak para SUFI bermunajat ingin menghindari untuk menakwili dan menerjemahkan sebuah perintah ataupun sebuah larangan yang datangnya dari Allah swt. 
Misalnya dalam hal perintah shalat, Allah swt memerintahkan "tegakkanlah shalat", kemudian mereka meresponnya "baiklah, kalo begitu aku harus shalat dengan benar, hatiku juga harus benar pula".

Mereka menghindari untuk menakwilkan kenapa Allah memerintahkan aku shalat? hal seperti itu justru dihindari, sebab nanti rahmat dan fadhol Allah swt dibalik shalat akhirnya menjadi terbatas. 
Apa yang dimaksud 'terbatas' itu ? yaitu terbatas menurut takwil kita, padahal anugerah Allah di balik shalat itu tak terhingga. 
Akibat kita mencoba mengurai alasannya kenapa Tuhan memerintahkan kita shalat, hingga uraiannya menjadi buku yang bertumpuk-tumpuk, akhirnya anugerah yang kita dapatkan hanya sebatas dan sebanyak itu saja. "
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid BANK INDONESIA Jakarta Pusat | 22 Januari 2014 - video menit ke 10:00]

Thursday, January 30, 2014

Mengembalikan Pilihan Kepada ALLAH Swt

Wacana SUFI ke-50

Kita memohon kepada Allah swt, agar dicukupkan dengan ikhtiar pilihan-pilihanNya, bukan pilihan kita sendiri. 
Manusia itu memilih, ketika memilih tentu saja dengan cara pandang terbatas, makanya pilihannya juga terbatas, sedangkan dibalik yang terbatas itu, ada hal yang tidak terbatas yang kita tidak mengerti. Karena itu ya Allah, berikanlah aku pilihanMu. 
Bahkan Rasulullah saw mengajari kita shalat istikhoroh, supaya pilihannya datang dari Allah, karena tentu yang bagus itu dari Allah. Seandainya anda bingung memilih, shalat istikhoroh saja,  supaya diberi pilihan oleh Allah swt. 
Segala sesuatunya kita kembalikan kepada pilihannya Allah, dan kita tidak memandang pilihan kita. Kalo manusia menuruti pilihannya sendiri, bakalan tidak akan pernah selesai, “kelihatannya pilihan saya kalo sudah sampai disini, sudah final”, begitu tercapai maksud pilihannya, ternyata belum selesai, masih ada lagi, hal ini akan terus terjadi seperti itu dan tidak ada habisnya. 
Terserah bagaimana pilihannya Allah, tugas kita adalah berikhtiar, berusaha dan berdoa, bukan menentukan bentuk, wujud, kapan, dalam kondisi dan situasi seperti apa pada akhirnya. Sebenarnya tidak ada doa yang tidak diijabahi, semuanya dijawab oleh Allah, dan yang lebih tahu kapan waktunya serta yang pas bagi kita tentunya Allah juga, bahkan kita pun tidak tahu tentang diri kita sendiri. 
Tujuannya untuk apa mengembalikan pilihannya kepada Allah ? agar kita bisa bersama Allah dan hanya menuju kepada Allah. Kalo kita menuju kepada Allah tapi menuruti jalan, selera dan pilihan kita, nantinya  tidak akan sampai kepada Allah, biarlah mengikuti jalan yang dipilih oleh Allah. 
Kadang-kadang manusia itu sangat dienakkan oleh Allah tapi manusia justru mencari sulit, makanya Allah menyebutkan “Hai Manusia, kalian ini lebih banyak dholim dan bodoh banget!”. Pada saat kita dan semua makhluk --bumi, gunung, langit, dst-- ditawari amanah oleh Allah, semuanya menolak menjawab tidak mampu, kecuali manusia yang punya usul “saya saja, ya Allah!”. Akhirnya benar-benar diberi oleh Allah, yang kemudian dikatakan “manusia ini kok mencari berat!”. 
Tetapi sebenarnya dibalik itu semua, ada rahasianya Allah, kenapa kemudian amanah itu oleh Allah diberikan kepada manusia.   
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid BANK INDONESIA Jakarta Pusat | 6 April 2011 - video menit ke 2:40]


*********

perhatian: Bagi yang ingin download, harus ijin terlebih dahulu, dengan cara meninggalkan jejaknya, klik tombol Like/Jempol/Tweet/g+ atau mengisi Komen. 

Link Download Rekaman Audio Mp3


Wednesday, January 29, 2014

Munajat Indah Tentang Kefakiran


Wacana SUFI ke-49

" Munajat-munajat Syech Ibnu 'Athaillah As-Sakandary tentang kefakiran yang begitu indah mempesona. 
Oh Tuhan, di depan pintuMu aku bersimpuh, jangan Kau tolak Tuhan, sungguh celaka aku kalo Engkau tolak. Aku ini dihadapan pintuMu, kulonuwun terus-menerus, jangan sampai tidak Engkau buka, apalagi Engkau usir aku, hanya kepadaMu saja aku memohon, jangan Engkau buat aku ini sia-sia. 
Oh Tuhan, Engkaulah Yang Maha Cukup, Maha Kaya dengan sendiriMu, dengan dzatMu, bukan Engkau ini cukup karena sejumlah makhluk yang mendukungMu, bukan pula karena makhluk semesta raya ini patuh padaMu, sehingga Engkau disebut Maha Cukup, juga bukan. 
Oh Tuhan, sebelum ada semuanya ini, Engkau sudah Maha Kaya dan Maha Cukup, sehingga Engkau ini sangat tidak butuh manfaat, kepentingan, faedah dari makhluk, apalagi butuh aku. Jelas sekali Tuhan, Engkau ini tidak butuh aku. 
Oh Tuhan, Engkau ini Maha Cukup, kalo Engkau butuh aku, itu berarti belum Maha Cukup, Engkau ini benar-benar tidak butuh aku, Tuhan! Engkau sudah Maha Cukup dan Maha Mencukupi, mungkin kah Engkau tega dengan kondisiku ini.  
Ini adalah sebuah rajukan dan munajat yang luar biasa, seperti munajatnya Nabi Isa As saat mendoakan umatnya, oh Tuhan, Engkau sebenarnya sangat bisa menyiksa mereka, kaum-kaumku ini, gara-gara mereka salah faham atau mungkin karena memang sangat bodohnya, hingga tak bisa memahami diriku, lalu dia menganggap aku ini sebagai Tuhan, dan juga anak Tuhan, jadilah mereka tersesat. 
Orang tersesat itu sebenarnya maksud dan maunya baik, hanya jalan yang dia tempuh buntu, jadilah tersesat, itulah jalan kaum Nashrani, hal ini berbeda dengan Yahudi, yang dimurkai. 

Oh Tuhan, aku ini fakir dalam segala hal, Engkau cukup dalam segala sesuatu! sesungguhnya kebaikan-kebaikanku ini tak lebih dari onggokan-onggokan keburukan, yang selama ini menurutku adalah kebaikanku. Ternyata hanyalah onggokan dan barisan keburukan, yang aku klaim bahwa aku telah meraih hakekat. 
Oh Tuhan, aku ini tempatnya keburukan, dan tak lebih hanya klaim-klaim ku saja Tuhan! karena sesungguhnya dalam segala hal sifatku adalah serba kurang, sedangkan Engkau baik secara dzat maupun sifat, sempurna! 
Sempurna itu tidak sedikit pun bolong, artinya tidak layak Tuhan itu diprotes, dipertanyakan atau dipaksa, karena ini semua memang sudah sempurna baik dzat, sifat, namaNya, tindakan dan kinerjaNya!   
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid AlMunawwaroh, GUSDUR Ciganjur, Jakarta Selatan | 11 Februari 2013 - video menit ke 44:14]


*********

perhatian: Bagi yang ingin download, harus ijin terlebih dahulu, dengan cara meninggalkan jejaknya, klik tombol Like/Jempol/Tweet/g+ atau mengisi Komen. 

Tuesday, January 28, 2014

Semua DOA Langsung Diijabah ALLAH Swt


Wacana SUFI ke-48

Janganlah ditundanya anugerah pemberian dari Allah swt, terhadap doa yang dipanjatkan secara terus-menerus, mengharuskan anda putus asa. 
Jangan sampai kita berdoa secara terus-menerus, belum juga terkabulkan, membuat kita putus asa di dalam berdoa. Nabi Musa As berdoa tentang satu hal dan baru diberi oleh Allah swt setelah 40 tahun, tetapi selama kurun waktu tersebut tidak pernah membuat putus asa untuk terus-menerus berdoa tentang satu hal tadi. 
Allah menjamin ijabah, tidak ada doa yang tidak diijabah! Semua doa diijabah oleh Allah, walaupun belum diberi. Ketika berdoa dan diakhiri dengan mengucapkan kata “aamiin”, saat itu juga langsung diijabah oleh Allah. 
Harus dibedakan antara ijabah dengan pemberian, kadang-kadang Allah itu mengabulkan minggu depan, bulan depan, tahun depan atau beberapa tahun lagi, namun sebetulnya doanya sudah diijabah. 

Bentuk ijabahnya bermacam-macam, bisa berupa mengganti pemberian tadi, bisa juga ditunda oleh Allah, atau bisa langsung dibukakan anugerah lain yang justru membuat pintu hati kita lebih dekat dengan Allah swt. 
Ijabah diberikan kepadamu menurut pilihan Allah, bukan menurut pilihanmu atau pilihan seleramu, dan Allah juga yang menghendaki waktunya, bukan menurut waktu yang anda kehendaki.
Syech Abu Muhammad Abdul Aziz al Makhdali mengatakan, siapa yang didalam doanya tidak membiarkan atau menyerahkan pilihannya kepada Allah swt, tetapi dia lebih ridho menurut pilihan dia, maka ketika muncul pilihan tersebut, akan tergolong dan terkena Istidroj.   
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid An-Nuur, Modern Hill - Pondok Cabe, Tangerang Selatan | 13 Januari 2014 - video menit ke 00:00]


*********

perhatian: Bagi yang ingin download, harus ijin terlebih dahulu, dengan cara meninggalkan jejaknya, klik tombol Like/Jempol/Tweet/g+ atau mengisi Komen. Disampaikan terima kasih atas partisipasinya.

Link Download Rekaman Audio Mp3

Monday, January 27, 2014

Pahala Hanya Dipetik Kelak Di Akherat


Wacana SUFI ke-47

" Amaliyah itu bentuk balasanya seperti apa ya ? dan kapan diberikannya ?
Balasan dari amaliyah sebenarnya wujud nyatanya tidak akan pernah bisa kita lihat di alam nyata sekarang yaitu di dunia ini. 
Oleh sebab itu, kita jangan memiliki pemikiran misalnya sehabis beribadah atau berbuat baik lainnya, kemudian berangan-angan, "Tuhan mana pahalanya ? saya khan sudah lama berbuat baik!" 
Balasan berupa pahala itu hanya kita petik kelak di akherat. 
Namun seandainya ada seorang manusia ketika melakukan amal ibadah ukhrowiyah, kemudian dia meminta ganti rugi kepada Allah berupa keuntungan-keuntungan duniawiyah, itupun oleh Allah akan tetap diberi, tapi kelak di akherat dia bakal tidak mendapatkan apa-apa! "
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid BANK INDONESIA Jakarta Pusat | 4 Des 2013 - video menit ke 00:00]

Sunday, January 26, 2014

Nuur Harus Membuahkan Amaliyah



Wacana SUFI ke-46

" Kadar cahaya di dalam hati dan di hakekatnya hati -sirr-, tidak akan pernah diketahui seberapa besar kadarnya, kecuali di alam malakut yang tersembunyi dan ghoib. 
Apa yang dimaksud cahaya hati dan rahasia hati ? yaitu kesadaran-kesadaran terbukanya gerbang makrifatullah dan pengetahuan-pengetahuan kebenaran yang hakiki, ini disebut nuur yang memancar di dalam hati kita. 
Maksudnya alam malakut yaitu sebuah alam yang tersembunyi dari logika-logika. Kita tidak bisa melogikakan nuur itu seperti apa ? itu pasti tidak bisa. Harus dipahami bahwa sebuah kesadaran itu tidak logis, kalo pun ada logikanya, tentu logika di alam malakut itu sendiri. 
Orang begitu rindu luar biasa kepada Allah, ini logikanya seperti apa ya ? tentunya tidak bisa dilogikakan, hanya bisa dirasakan! sebagaimana cahaya-cahaya yang memantul di cakrawala, hanya bisa dilihat di alam nyata ini. 
Oleh karena itu yang sangat penting adalah bagaimana cahaya tersebut dapat membuahkan amaliah! Amaliyah itulah sebagai perwujudan dari munculnya nuur tadi.
Jadi gradasinya seperti berikut: 
1. Nuur melimpah di alam qolbu dan alam rahasia qolbu. 
2. Kemudian bergeraklah menjadi perwujudan yang namanya amaliah, dan yang sedang mengalir di hati kita namanya ahwaliyah. Sehingga ada istilah akmaliyah dan ada ahwaliyah. 
Ahwaliyah itu amaliyah Bathin, sedangkan Akmaliyah itu amaliyah Lahiriyah. "
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid BANK INDONESIA Jakarta Pusat | 4 Des 2013 - video menit ke 00:00]

Saturday, January 25, 2014

Semata-mata Menjalankan Kehambaan

Wacana SUFI ke-45

" Adab saat beribadah perlu dijaga, misalnya adab ketika berdoa atau sholat. 
Harus dipahami bahwa sebenarnya doa itu tidak bisa menentukan wujud ijabah! namun kenapa kita harus berdoa? karena doa itu diperintah oleh Allah. 
Ketika menjalankan tindakan berdoa, seseorang pada saat yang sama dia sedang bersimpuh, dan bersimpuh itulah tujuan yang sebenarnya. Sebab dengan bersimpuh, akan bisa mengembalikan kehambaannya muncul lagi, dan ketika orang bersimpuh, sifat-sifat hebatnya, sombongnya, perasaan berlebih, takaburnya menjadi hilang, yaitu saat orang tersebut mengucapkan “Allahumma……... “. 
Seseorang ketika berdoa, supaya diperintahkan minta apa saja, tentu harus minta apa saja yang baik bagi dunia akherat. Terus jangan berpikiran, “ah, ini kan menjalankan perintah saja, yang penting sudah dijalankan”, ini berarti tidak serius menjalankannya. 
Kalo dia benar-benar serius menjalankan perintah berdoa, saat berdoa dia bisa menangis betul, karena memang diperintah begitu.
Jadi ini menggambarkan juga keadaan para SUFI ketika berdoa, itu semata-mata menjalankan kehambaannya, “karena Allah memerintahkan aku berdoa, tentu aku berdoa”. 
Contoh adab yang lain, misalnya ketika orang sholat dalam rangka menjalankan syareat, apakah dengan syareat itu akan menemukan hakekat? “TIDAK!”. Sholat bukan dalam rangka untuk meraih hakekat, sholat itu menjalankan perintahnya Allah, titik! 
Dikarenakan menjalankan perintahnya Allah, “oh, aku diperintahkah menegakkan dan mendirikan sholat”, disana bunyi perintahnya bukan sholatlah engkau kalo sudah bisa khusyuk, tidak seperti itu! pokoknya sholat saja. 
Ketika waktunya sholat tiba, ya sholat saja, tidak usah dan jangan menunggu kita mood dulu.  
Sholat…..ya sholat saja, karena kita menjalankan perintah!. ”  
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid GUSDUR Ciganjur, Jakarta Selatan | 10 Desember 2012 - video menit ke 10:55]

Friday, January 24, 2014

IKHTIAR Tidak Bisa Merobohkan Dinding TAKDIR


Wacana SUFI ke-44

Syeikh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandary dalam munajatnya, Oh Tuhan, bagaimana aku punya tekad, semangat, cita-cita yang kuat (azzam) , Engkau ini memiliki sifat Al-Qohhir, Maha Diktator!. Lalu apa arti semangat, cita-cita dan tekadku ini kalo berhadapan dengan kediktatoranMU, sifat Qohhar-MU, tapi bagaimana aku tidak bertekad sedangkan Engkau yang memerintahkan bertekad dan bersemangat itu sendiri.
--- Azzam adalah posisi tekad, yang biasanya dawali dengan orang punya tekad, kemudian punya maksud menuju tujuan meraih tekad itu, baru tindakan yang berbarengan dengan niat. ---
Sepintas orang menggambarkan, ini seperti sebuah munajat yang penuh dengan konflik, yaitu konflik antara sesuatu yang muncul di dalam hati kita ketika menghadap Allah, tetapi juga sekaligus solusi. 
Beliau justru memberikan solusi, ketika konflik muncul di satu sisi manusia itu memiliki tekad, cita-cita, dan himmah yang begitu hebat, namun tetap tidak akan bisa merobohkan dinding takdir! kenapa ? karena takdir itu sudah tertulis di zaman azali. 
Terus kenapa kita harus memiliki ikhtiar, usaha, tekad, niat dan cita-cita, kalo itu tidak bisa merobohkan dinding sesuatu yang sudah tertulis disana tentang nasib kita ? 
Kembali lagi, bahwa kita dihadapkan kalimat seperti itu oleh Beliau, di satu sisi supaya rasa hamba kita kepada Allah itu terjaga. Rasa hamba akan bisa terjaga kalo didalam diri hamba itu sifat-sifat kehambaannya selalu ada meliputi Sifat Faqir, Sifat Hina, Sifat Tak Berdaya, dan Sifat Lemah. 
Jadi sehebat apapun tekad, tidak bisa merobohkan dinding takdir, ini sekedar untuk mengingatkan “Hai Manusia, kembalilah pada sifat kehambaanmu!”. 
Begitu seseorang merasa bisa merobohkan dinding takdir, akan muncul “Wah aku sudah bisa mulai melawan Tuhan”,  “Gusti Allah mulai ikut seleraku sekarang”, ini nanti bakal bisa merobek iman kita. 
Tetapi kita tetap harus memiliki tekad, ikhtiar dan cita-cita yang luhur, karena Engkau sendiri yang memerintahkan, Allah!.   
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid GUSDUR Ciganjur, Jakarta Selatan | 10 Desember 2012 - video menit ke 06:20]

Thursday, January 23, 2014

Mendidik Hati Hadir Dihadapan Allah


Wacana SUFI ke-43

" Seputar dzikrullah yaitu manusia berdzikir terbagi dalam tiga tipikal :
1. Kalangan Publik, umumnya orang berdzikir, dia berharap dengan dzikir bisa mengambil faedah sebagai bentuk permulaan untuk proses-proses tazkiyatun nufus, membersihkan jiwa dan menyucikan hati. 
2. Kalangan Khusus yaitu kalangan para Ulama, berdzikir dalam upaya untuk merespon ketentuan-ketentuan dari Allah Swt. 
3. Kalangan Lebih Khusus lagi, berdzikir sebagai akibat dari limpahan-limpahan hidayah dari Allah, supaya bisa terus-menerus waspada kepada Allah. Kadang kewaspadaan kepada Allah itu menghilang dari diri kita sendiri, sehingga sebenarnya kita sendiri memjadi lupa atau alpa bahwa Allah itu Maha Waspada kepada kita. 
Berdzikir umumnya untuk proses penyucian dan pembersihan, biasanya dilatih dengan dzikir nafi dan isbat, maksudnya dzikir yang diawali dengan nafi dan diakhiri dengan isbat yaitu LAAILAHAILLAH. Ketika orang menyebut tidak ada Tuhan, itu berarti seluruh asma', sifat dan semuanya tidak ada kecuali hanya Allah. 
Bahkan kemudian dalam praktek-praktek melatih dzikrullah, sejumlah thoriqoh memiliki metode proses pendidikan penyucian dibalik dzikir, sedikit berbeda-beda walaupun tujuannya sama. Itu semua adalah metode-metode yang sesungguhnya berguna untuk mendidik proses hati kita supaya hudhur, hadir betul diri kita di hadapan Allah. 
Betapa banyak orang berdzikir tetapi sesungguhnya tidak pernah hadir di depan Al-Madzkur yang kita dzikiri! "  
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid BANK INDONESIA Jakarta Pusat | 11 Desember 2013 - video menit ke 00:00]

Wednesday, January 22, 2014

Senantiasa Terdesak Terus Menerus



Wacana SUFI ke-42

" Syeikh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandary dalam munajatnya, Ya Tuhanku, wujudkanlah atau manifestasikanlah diriku ini sebagaimana para muqorrobun. Orang-orang yang sangat dekat Allah, dalam memasuki lembah hakekatNya. Para ahlul qurb itu terus-menerus memandang sifat-sifatMu, karena itu mereka merasa cukup denganMu. 
Yang disebut puas, tempat segala muara, tempat segala bergantung, atau apapun itu adalah Engkau sendiri, sehingga mereka semua berserah diri padamu. 
Mereka ini tidak menyerahkan kepada selain Engkau dan mereka tidak merasa ada kegundahan akan pertolonganMu. Begitu juga tidak memiliki satu angan-angan lain, cita-cita lain, atau keinginan lain, dengan adanya kehadiran anugerahMu. Ini wataknya ahlul Qurb (muqorrobun). 
Hantarkanlah penempuhanku ini, perjalanan menempuh menuju kepadaMu, suluk-ku, seperti sebagaimana yang ditempuh ahlul jadz -jadzab-. Orang-orang yang jiwanya tersedot, tertarik, dan terfokus terus-menerus kepadaMu. Orang madzub yang terus-menerus mereka ini berada di hadapanMu, dengan pandangan rasa penuh butuh terus-menerus kepadaMu. 
 
Jadi ahlul jadz itu jiwanya terus butuh kepada Allah, bukan seperti misalnya beberapa kali butuh, nanti tidak butuh lagi. Dia jaga terus rasa butuh kepada Allah, begitu juga hamparan yang dia injak, tempat dia duduk, selalu dalam suasana terdesak terus-menerus. 
Apa yang dimaksud terdesak terus-menerus? yaitu aksentuasi dari ketakberdayaan, ketakmampuan, ditambah rasa butuh dan yang tidak bisa dia penuhi selama-lamanya. Itu berkumpul menjadi satu, dan dia pertahankan supaya terus begitu di hadapanMu. 
Mereka merasa jangan sampai tidak terdesak. Merasa tidak terdesak itu artinya merasa mampu, kalo kata orang jawa “rumongso biso”. Hal ini dijaga betul oleh ahlul jadz, supaya tidak ada rasa “rumongso”  -merasa- "
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid BANK INDONESIA Jakarta Pusat | 22 Jan 2014 - video menit ke 03:50]

Tuesday, January 21, 2014

Malas Menerima Anugerah


Wacana SUFI ke-41

" Manusia dalam melakukan ketaatan, amaliah dan ubudiyah apapun harus Lillahita'ala. 
Kenapa harus lillahita'ala ? karena orang melakukan kebaikan itu sesungguhnya sudah didahului oleh hadiah dan anugerah dari Allah. 
Sudah bukan zamannya lagi, kita punya sejuta alasan/alibi, apakah itu karena malas, kurang enak badan ataukah masih sibuk, ketika mau menghadap Allah. Apalagi orang mulai malas istiqomah, padahal itu mau menerima hadiah/anugerah dari Allah, kok bisa malas ya? Manusia ini memang aneh!
Selama perintah-perintah Allah itu kita pandang sebagai kewajiban, dan seluruh larangan-larangan Allah itu kita nilai sebagai sebuah ancaman, maka kita akan selamanya terasa berat menjalani ubudiyah tersebut. 
Misalnya kita punya pandangan saat menjalankan sholat Isya' tujuannya sekedar menggugurkan kewajiban saja, kalo seperti itu tandanya dia sangat-sangat malas menerima anugerah. Mestinya harus disongsong dengan kegembiraan dan tasyakuron -rasa syukur yang luar biasa- ketika melakukan kebajikan tersebut.
Jadi seluruh alasan-alasan itu tidak lain sebenarnya adalah alasan hawa nafsu kita saja! "
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid BANK INDONESIA Jakarta Pusat | 4 Des 2013 - video menit ke 09:00]

Nimati videonya:

Monday, January 20, 2014

Hasrat Nafsu Tersembunyi


Wacana SUFI ke-40

" Biasanya seseorang ketika i’timad kepada Allah, akan mulai muncul tahap berikutnya yaitu keinginan untuk memasuki alam tajrid.  
Begitu dia menggantungkan dan mengandalkan Allah, dia lalu berfikir kalo begitu dunia yang penuh dengan masalah, problem, dan macam-macam ini, kata dia “lebih bagus aku tinggalkan, hanya untuk Allah saja hidupku”. Ini namnya keinginan memasuki alam tajrid, padahal Allah masih memposisikan dia di wilayah asbab.  

Wilayah asbab adalah wilayah yang berhubungan dengan sebab akibat duniawi ini. Bahwa Allah memposisikan seseorang masih di wilayah logika, misalnya kalo saya mau makan, saya harus masak, harus belanja di pasar, harus bekerja supaya dapat uang, itu namanya wilayah asbab, ada logika sebab akibat. Tapi dia ngotot memasuki wilayah tajrid, wilayah yang segala-galanya sudah serba Allah saja. Keinginan seperti itu, termasuk syahwat nafsu tersembunyi.  
Kenapa disebut ‘nafsu tersembunyi’? karena sesungguhnya dia memaksa diri untuk memasuki wilayah tajrid tadi, bukan semata-mata memang kepada Allah. Dia hanya kepingin bebas dari beban, tanggungjawab di dunia. Padahal dia harus menghidupi keluarga, dia harus bekerja, dia harus berhubungan dengan publik, nah ini semua wilayah asbab. 
Dikarenakan di wilayah asbab tadi banyak masalah, dia kepingin membebaskan beban itu dengan cara “saya mau ke Allah saja, biar ga ada masalah!". Termasuk misalnya kenginannya “saya mau bertarekat nih”, berikutnya ditanya kenapa anda mau bertarekat?, “biar ga ada masalah!”, apakah tujuanmu hanya itu? “ya!”. 
Keinginan seperti ini namanya nafsu tersembunyi! "
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid GUSDUR Ciganjur, Jakarta Selatan | 6 Jan 2014 - video menit ke 02:47]

Kefakiran Wadahnya Anugerah


Wacana SUFI ke-39

" Sodaqoh antar sesama hamba, dapat berupa harta bagi yang memilikinya. Sedangkan bagi yang tidak punya harta, tapi memiliki ilmu pengetahuan, tentu dia harus mengajar. Ilmu pengetahuan tersebut sebagai sodaqoh dia kepada orang lain. 
Jika harta, ilmu pengetahuan atau fasilitas tidak punya, dia bisa sedekah dalam bentuk doa, panjatkan saja doa yang baik untuk orang lain. Bicara yang baik itu juga termasuk sedekah. 
Anda punya harta, ilmu pengetahuan, atau fasilitas lainnya, tetapi segan menunaikannya "ah saya mau sodaqoh bicara yang baik sajalah, tidak usah sodaqoh harta", itu tandanya justru anda bakal tidak punya harta!. 
Sodaqoh diberikan kepada yang butuh atau orang faqir, seperti yang disebutkan dalam Al-Qur'an "Sodaqoh diberikan kepada orang-orang yang faqir". Semua manusia itu adalah faqir, tetapi yang menyadari dirinya faqir kepada Allah tidaklah banyak. 
Sehingga para Sufi menyebut dirinya fuqoro, hamba-hamba yang terus butuh kepada Allah. Sikap butuh itu perlu dijaga dan harus senantiasa anda munculkan, supaya diberi  terus oleh Allah.
Karena kefakiran itu wadahnya anugerah. "
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid BANK INDONESIA Jakarta Pusat | 4 Desember 2013 - video menit ke 04:11]

Nikmati videonya : 

Sunday, January 19, 2014

Hadiah Terindah Dari Allah

Wacana SUFI ke-38

" Tiga hal perbedaan antara sodaqoh/sedekah dengan hadiah : 
1. Hadiah tidak akan anda berikan kecuali pasti disiapkan dengan bagus, sempurna, indah, sangat cakep. Sementara sedekah akan diberikan berupa apa saja yang anda miliki saat itu tanpa disiapkan.
2. Hadiah diberikan kepada yang dicintai, tapi kalo sodaqoh diberikan kepada yang membutuhkan. Di dalam Al-Qur'an disebutkan "Sodaqoh diberikan kepada orang-orang yang faqir". Siapa orang faqir itu ? yaitu orang yang butuh. 
3. Hadiah adalah karomah, dan sodaqoh adalah marhamah. Hadiah pasti satu bentuk penghormatan kepada kawan, orang yang dicintai atau orang yang anda hormati, dan ini bentuk kehormatan, kemuliaan anda untuk orang tersebut. Allah berfirman dalam Al-Qur'an "Kami benar-benar menghargai, menghormati, memuliakan manusia", ini hadiah dari Allah, cara Allah menghargai manusia dengan diberikan hadiah terus menerus sejak zaman nabi Adam sampai besok di akherat. Sodaqoh adalah rasa marhamah, bentuk kasih sayang, anda bersedekah karena ada rasa belas kasih, "aduh kasihan". 
Syech Abul Abbas AlMursi mengatakan para nabi untuk umatnya dulu adalah sedekah, bentuk pemberian saja. Allah memberi anugerah dalam bentuk sodaqoh umat manusia dahulu dengan dihadirkannya seorang rosul, seorang nabi. Sedangkan kanjeng Nabi Muhammad saw adalah hadiah dari Allah kepada umat manusia di akhir zaman. 
Sodaqoh diberikan kepada orang yang butuh, sedangkan karena sangat cintanya Allah kepada umat manusia akhir zaman, diberikan hadiah berupa dihadirkannya Rasulullah, Nabi Besar Muhammad saw. 
Jadi kita harus selalu mensyukuri sebagai umat Beliau. "
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid BANK INDONESIA Jakarta Pusat | 4 Desember 2013 - video menit ke 03:00]

Nimati videonya :

Saturday, January 18, 2014

Setiap DETIK Harus Bermutiara


Wacana SUFI ke-37

" Semoga kita dimasukkkan ke dalam golongan orang-orang yang paham Allah. 
Faham pada Allah ini penting, sebab kalo kita tidak paham Allah, ketika kita ditakdirkan tidak enak, misalnya sedang terjepit, kita pasti mengatakan "sepertinya kasih sayang Tuhan belum memihak padaku hari ini, buktinya sejak pagi sampai sore ini yang saya hadapi pahit-pahit semua". Hal ini gara-gara kita tidak paham pada Allah! Sebaliknya ketika mendapatkan peluang dan kenikmatan, kemudian mengatakan "Allah memihak padaku". 
Sering juga muncul persepsi di publik "Tuhan kan belum memihak kamu, jadi kamu belum mendapatkannya". Padahal belum mendapatkan itu sebetulnya Allah memihak kita! bentuk memihaknya seperti apa? ya belum dapat tadi. Itulah cara Allah mencintai dia, dengan belum dapat apa yang dia inginkan, dan seharusnya seperti itu cara kita memahaminya.
Kalo kita tidak paham Allah, kata orang jawa isinya "ngersulo" terus-menerus, suka mengeluh, sedikit-sedikit berdecak tidak puas. Hidup kita akan rugi, di setiap detik ini ada takdir Allah yang mengalir. 
Sesungguhnya Allah semua dalam setiap detik lintasan kehidupan yang berjalan, makanya harus berarti, bercahaya, bermakna dan bermutiara semua!. "
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid BANK INDONESIA Jakarta Pusat | 20 Nop 2013 - video menit ke 13:35]

Friday, January 17, 2014

Bersembunyi Dibalik Alibi Nafsu


Wacana SUFI ke-36

Nafsu apapun tidak akan pernah dapat kita jadikan pegangan, apapun alasannya, apapun alibinya. 
Banyak sekali alibi-alibi dibalik nafsu, misalnya dengan berbagai macam kalimat “saya khan baru belajar agama”, “saya khan manusia biasa”, “memang nasib saya sih belum beruntung, tidak seperti anda”. Padahal itu nafsu lho yang ngomong. 
Ini tidak boleh sering terjadi, harus dibuang. Jangan sampai kita ikuti, akan membuat kita bersembunyi dibalik alibi-alibi nafsu kita sendiri, tahu-tahu kita sudah sangat jauh dari Allah. 
Dengan anda berdzikir terus menerus, melakukan tafakur, dapat menghantam nafsu, tercerai berai seperti daun-daun yang keropos. Namun jika nafsu dibiarkan, akan berubah menjadi neraka di dalam hati kita. 
Melanggengkan dzikir akan membuat hati senantiasa tetap terjaga."
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid "GUSDUR" Ciganjur Jakarta Selatan | 17 Jan 2011 - video menit ke 16:20]

Adab Buruk Dihadapan Allah


Wacana SUFI ke-35

" Bagaimana anda menuntut balasan ganti rugi kepada Allah atas amal-amal anda, padahal Allah itu yang memberi sedekah kepada anda. 
Kita bisa berbuat baik, beribadah itu kan shodaqoh dari Allah kepada kita, berupa anugerah, amaliah dan taat. Itu sodaqoh dari Allah, bukan rekayasa, ikhtiar dan mujahadah kita. 
Ini berarti sebenarnya kita tidak menjadi beradab di hadapan Allah yang sudah memberi, jika selanjutnya kita minta balasan kepadaNya.
Misalnya ada orang sudah memberi anda sedekah, kemudian anda meminta balasan kepada orang yang memberi sedekah tadi, ini kan sangat tidak etis!. 
Di dalam Al-Qur'an disebutkan "Sesungguhnya bahkan Allah lah yang memberi anugerah kepadamu, berupa engkau diberi hidayah iman", jadi iman itu hidayah dan anugerah dari Allah, lalu manusia mengatakan "mana Tuhan balasannya kalo aku beriman kepadaMu?", aneh ini namanya. "
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid BANK INDONESIA Jakarta Pusat | 4 Des 2013 - video menit ke 00:30]

Nikmati videonya:

Thursday, January 16, 2014

Bodoh Dibalik Segala Sesuatu


Wacana SUFI ke-34

Ya Tuhan, aku benar-benar menjadi tahu bahwa kehendakMu dengan berbagai ragam makhluk  dan ciptaanMu, serta berbagai perpindahan/rotasi, itu sebenarnya karena Engkau ingin mengenalkan diriMU dibalik segala sesuatu. 
Jadi transformasi atau perpindahan dari satu etape ke etape lain, dari satu perasaan ke perasaan lain, dari kondisi baik ke buruk, hari ini susah tiba-tiba besok gembira, situasi tenang tiba-tiba menjadi bergolak, perpindahan-perpindahan rotasi matahari -siang malam-, perubahan cuaca, dan lainnya yang terus-menerus berubah. Itu sebenarnya adalah cara Allah mengenalkan diriNya kepada kita!  
Hal ini tujuannya supaya kita tidak menjadi 'bodoh dibalik segala sesuatu'. Apa maksudnya ? bahwa kita akan menjadi sangat-sangat bodoh, jika kita tidak melihat Allah dibalik segala sesuatu.
Terjadinya hubungan pengenalan Allah dibalik gerak, diam, seluruh wujud yang ada, perubahan-perubahan, dibalik segala rahasia lahir dan bathin kita, ini adalah jangan sampai kita terhijab dariNya, dan hijab tersebut sesungguhnya merupakan neraka dan siksaMu"  
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid BANK INDONESIA Jakarta Pusat | 30 Mar 2011 - video menit ke 2:16]

Memakai Penilaian Tuhan

Wacana SUFI ke-33

" Ya Tuhanku, betapa taat yang sudah aku tegakkan selama bertahun-tahun, memperlihatkan hasil-hasilnya, prestasi-prestasi amalku dan perubahan-perubahannya, serta sebuah perilaku diriku untuk terus-menerus mempertahankan supaya lebih baik setiap waktu. Ternyata seluruh i'timad ku, taatku, perilaku-ku dan batinku menjadi roboh, runtuh dan hancur ketika aku memandang keadilanMU.
Jadi seluruh taat, iman kita, itu semuanya tidak berarti apa-apa di hadapan keadilan Tuhan! Begitu keadilan Tuhan terwujud muncul di depan kita, yang tampak pada diri kita "lho rupanya kita ini kosong, bodoh, salah, cacat, dst", kalo dinilai dengan keadilan Tuhan. 
Selama ini kita nilai diri sendiri "wah saya sudah baik, sudah taat", padahal itu kan menurut penilaian kita, bukan penilaiannya Tuhan. Coba kalo memakai penilaian Tuhan melalui keadilanNya, habis diri kita ini, tidak beres semua! Jadi seluruh prestasi kita, mulai lahir sampai sekarang, jatuh berantakan. 
Tetapi hal ini membuat kita berpindah menjadi memandang anugerahMu, Tuhan! dan anugerah tersebut isinya hanya dua hal yaitu fadhol dan rahmatnya Allah. Ketika memandang anugerahNya, terlihat itu semua sesungguhnya Engkau yang bekerja, yang bergerak, yang memberi. 
Makanya setiap proses yang kita lakukan dibalik kebaikan, ibadah dan amaliah apapun, kita harus melihat semua ini adalah anugerah Allah yang sedang hidup bergerak, bukan upaya kita, dan amaliyah perjuangan kita. 
Nah kalo sudah begitu terus bagaimana? kita ini melakukannya harus dengan tasyakuron, alhamdulillah..... alhamdulillah..... alhamdulillah saja akhirnya. "
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid BANK INDONESIA Jakarta Pusat | 8 Januari 2014 - video menit ke 23:25]