Wacana SUFI ke-42
" Syeikh Ibnu ‘Athaillah As-Sakandary dalam munajatnya, Ya Tuhanku, wujudkanlah atau manifestasikanlah diriku ini sebagaimana para muqorrobun. Orang-orang yang sangat dekat Allah, dalam memasuki lembah hakekatNya. Para ahlul qurb itu terus-menerus memandang sifat-sifatMu, karena itu mereka merasa cukup denganMu.
Yang disebut puas, tempat segala muara, tempat segala bergantung, atau apapun itu adalah Engkau sendiri, sehingga mereka semua berserah diri padamu.
Mereka ini tidak menyerahkan kepada selain Engkau dan mereka tidak merasa ada kegundahan akan pertolonganMu. Begitu juga tidak memiliki satu angan-angan lain, cita-cita lain, atau keinginan lain, dengan adanya kehadiran anugerahMu. Ini wataknya ahlul Qurb (muqorrobun).
Hantarkanlah penempuhanku ini, perjalanan menempuh menuju kepadaMu, suluk-ku, seperti sebagaimana yang ditempuh ahlul jadz -jadzab-. Orang-orang yang jiwanya tersedot, tertarik, dan terfokus terus-menerus kepadaMu. Orang madzub yang terus-menerus mereka ini berada di hadapanMu, dengan pandangan rasa penuh butuh terus-menerus kepadaMu.
Jadi ahlul jadz itu jiwanya terus butuh kepada Allah, bukan seperti misalnya beberapa kali butuh, nanti tidak butuh lagi. Dia jaga terus rasa butuh kepada Allah, begitu juga hamparan yang dia injak, tempat dia duduk, selalu dalam suasana terdesak terus-menerus.
Apa yang dimaksud terdesak terus-menerus? yaitu aksentuasi dari ketakberdayaan, ketakmampuan, ditambah rasa butuh dan yang tidak bisa dia penuhi selama-lamanya. Itu berkumpul menjadi satu, dan dia pertahankan supaya terus begitu di hadapanMu.
Mereka merasa jangan sampai tidak terdesak. Merasa tidak terdesak itu artinya merasa mampu, kalo kata orang jawa “rumongso biso”. Hal ini dijaga betul oleh ahlul jadz, supaya tidak ada rasa “rumongso” -merasa- "
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid BANK INDONESIA Jakarta Pusat | 22 Jan 2014 - video menit ke 03:50]
No comments:
Post a Comment