Thursday, December 10, 2015
Woles Bro Sis......KITA HANYA WAYANG BELAKA
Woles Bro Sis......KITA HANYA WAYANG BELAKA
Panas siang ini sungguh terik. Gerah dan berdebu. Berteduh di tepi sor-baujan adalah pilihan tepat bagi Salik dan Matin. Sekadar mengendorkan urat saraf setelah bekerja keras, sambil mengenal hakikat tersirat.
Salik (S): Panas banget ya siang ini?
Matin (M):Biasa saja.
S: Panas...Gerah. Nggak tahan.
M: Ah...Biasa saja.
S: Kemaren, saya dengar bank menagih cicilan rumahmu? Tetangga geger, pada bergunjing.
M: Ah...Biasa.
S: Memang menunggak sampai berapa bulan? Lagi seret nih rezeki?
M: Baru 2 bulan. Ah...Biasa.
S: Anak saya bilang, anakmu belum bayar uang sekolah ya? Hutang di warung belum dibayar ya?
M: Ah...Biasa.
S: Dari tadi, jawabanmu hanya biasa-biasa saja.
M: Masbuloh! (Memang masalah buat loh!)
S: Hehehe. Sayang, saya lagi muflish. Nggak punya uang. Nggak bisa bantu.
M: Ah nggak apa-apa. Saya sudah berusaha. Sedang ada beberapa pekerjaaan, Insya Allah, minggu depan selesai.
S: Mengapa kamu menghadapi masalah dengan sangat tenang?
M: Memang harus bagaimana?
S: Kamu nggak merasa malu, sedih dan bingung?
M: Ah...Biasa saja!
S: Bagaimana cara mengolah mental semacam itu?
M: Bekerja dan berusaha memang wajib. Namun, kita juga harus tawakal secara penuh.
S: Saya juga begitu. Tapi, kadang sukar. Bagaimana cara menanamkan rasa tawakal hingga melahirkan mental semacam itu?
M: Kamu pernah merasa dilahirkan?
S: Tidak.
M: Bisa memilih orangtua yang ideal? Jadi kaya dan pintar sesuai kemauanmu?
S: Tidak.
M: Dirimu yang ada sekarang ini, adalah anugerah. Meskipun kita berkewajiban untuk berusaha, tapi hakikatnya kita ini hanya wayang. Kita diciptakan, digerakkan, dihidupkan, dimatikan, dihinakan, dimuliakan, semuanya terserah Allah. Kita ini seperti bayangan-Nya.
S: Hmmmm.
M: Ketika debt collector marah-marah, orang-orang menggunjing saya, menghina dan meremehkan saya, sebenarnya hakikatnya tidak kepada diri saya. Tapi, kepada Allah. Dia yang punya kehendak. Saya tidak memilih untuk dihina, tapi Allah. Saya tidak menghendaki diri saya dihina orang, tapi Allah yang menghendaki. Maka, saya tidak merasa terhina, sebab mereka tidak menghina saya, tapi menghina Allah.
S: Hmmm...
M: Jadi, ketika ada orang menghina dan mencaci, saya langsung pakai jurus pamungkas. Ciaaattttt. Nggak kena! Ciaaatttt Nggak kena!
S: Koq bisa begitu??
M: Saya hanya wayang belaka. Saya tidak ada. Tak berkuasa. Lemah. Tak berdaya. Semua yang terjadi dalam diri saya digerakkan atas kuasa-Nya. Mengapa saya harus merasa sakit hati, bimbang, sedih??
S: Hmmm...Lalu, dimana letak kerja keras dan doa sebagai kewajiban makhluk?
M: Kita hanya berkewajiban mengolah anugerah Sang Dalang yang ada dalam diri kita, sesuai peran dan amanatnya masing-masing. Allah yang membuat skenario. Membuat kreografi, sudut pencahayaan, tata suara, dan berbagai macam atribut.
S: Hmmm
M: Kalau mau dipilih oleh Allah sebagai orang kaya, maka buatlah dirimu menjadi pantas untuk menjadi kaya, tahan mental, tahan banting, berusaha keras dan sebagainya. Kalau kamu mau dipilih sebagai orang pintar, maka buat pula diri kita pantas, misalnya, sering baca buku, sekolah rajin, bergaul dengan orang pintar dan sebagainya. Jika kamu mau dipilih oleh sebagai pemimpin, naik jabatan,dihormati, buatlah diri kita pantas.
S: Hmmm
M: Allah akan menggerakkannya, memainkan kita dengan peran yang telah disiapkan. Lalu, bila sampai Dia tak memilih, ya...terserah Allah, karena Dialah dalang dari semua kehidupan. Jangan protes, terima saja. Sambil terus berusaha agar kita pantas menerimanya. Suatu saat...suatu saat... Dia selalu memberi kesempatan dan harapan.
S: Wow....
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment