Thursday, December 17, 2015
Tidak etis meremehkan kelebihan orang lain
~Tidak etis meremehkan kelebihan orang lain~
"Barangsiapa yang tidak bersyukur (berterima-kasih) pada manusia, maka sejatinya dia tidak bersyukur pada Alloh" (Makna Hadits)
Merupakan sebuah hal lumrah dan berjalan sunnatulloh didunia, bahwa manusia disebut makhluk sosial, makhluk yang tidak bisa hidup sendiri. Saling bergantung antara satu dan lainnya.Saling membutuhkan dan melengkapi antar mereka.
Perbuatan baik (Al-Ma'ruf) sejatinya adalah sebuah perbuatan taat pada Alloh dan pendekatan diri (at-taqorrub) pada-Nya, serta berbuat Ihsan (hal terbaik) pada setiap manusia. Menggunakan kata Ihsan, karena hanya dengannyalah, manusia dinilai baik atau tidak. Sebagaimana yang disampaikan Sayyidina 'Aly,
"Nilai kebaikan seseorang terdapat pada hal terbaik yang dilakukannya"
Dimana seseorang bisa melakukan hal terbaik bagi orang lain, maka hal tersebut akan menjadi nilai dan poin plus baginya dalam bermanfaat bagi orang lain. Karena tak ada hal yang bernilai remeh dihadapan Alloh saat hal tersebut bisa membuat-Nya senang. Hingga terdapat sebuah riwayat yang menceritakan diampuninya dosa-dosa Imam Ghozali bukan karena ilmu-ilmu yang dimilikinya, bukan pula karena kitab-kitab yang dikarangnya. Namun diampuninya dosa beliau, hanya dikarenakan sikap Rohim-nya pada lalat saat beliau membiarkannya beristirahat dipena beliau saat menulis. Membiarkan lalat tersebut melepas lelah sejenak, hingga kemudian terbang kembali ke alam bebas.
Karena itulah, tidak etis dan sangat tidak pantas bila kita kemudian meremehkan kelebihan orang lain yang telah diatur oleh Alloh untuk berada dalam dirinya dan menganggapnya tidak penting. Merasa diri lebih tinggi darinya hanya karena disandarkan pada penilaian dhohir manusia yang cenderung condong pada egoisme diri dan hawa nafsunya.
Terdapat beberapa penjelasan ulama' yang bisa kita ambil pelajaran penting terkait dengan makna syukur pada Alloh dan manusia dalam riwayat Hadits tersebut :
1. Kebiasaan seseorang dalam mengkufuri nikmat pada manusia, dan terbiasa tidak mensyukuri (berterima-kasih) padanya, merupakan sebuah tanda akan kebiasaannya pula dalam mengkufuri nikmat dan tidak bersyukur pada Alloh atas pemberian nikmat-nikmat-Nya.
2. Bahwa sesungguhnya Alloh tidak akan menerima kesyukuran seorang hamba atas kebaikan Alloh terhadap hamba tersebut, apabila ia tidak mensyukuri kebaikan orang lain padanya, dan mengkufurinya.
Mengadakan berbagai kegiatan syukuran saat menerima rizqy dari Alloh, yang kemudian membuatnya terkenal baik dipandangan masyarakat umum. Namun dibalik itu dia bersikap buruk dan kasar pada orang-orang yang membantunya dan mungkin saja sangat berjasa padanya. Pada karyawan, satpam, pembantu, bahkan hingga pada anak dan istrinya.
Karena itu, tidaklah berlebihan jika kemudian muncul sebuah ungkapan,
"Paling sedikitnya kebaikan yang seyogyanya dilakukan seorang Muslim pada saudaranya,
Ngewongno wong, nyenengno wong, Gate'no wong, ora nggela'no"
(Menganggap orang lain, menyenangkan orang lain, menghargai orang lain, tidak membuatnya kesal)
Sebagai bentuk perhatian dan solusi terbaik dari para ulama' dalam sikap kesyukuran kita pada orang lain.
Dijelaskan oleh Abuya As-Sayyid Muhammad ibn 'Alawy Al-Maliky Al-Hasany dalam kitab beliau, Ad-Dzakhoir Al-Muhammadiyah hal. 151 terkait dengan alasan kita bersholawat pada Rosululloh. Beliau menjelaskan bahwa kesyukuran kita pada Alloh terhadap segala nikmatnya merupakan hal wajib untuk selalu kita lakukan. Terlebih pada sebuah nikmat besar yang Alloh berikan pada kita, yaitu diutusnya Sang Kekasih untuk membimbing kita menuju ke jalan-Nya. Karena itulah, sholawat pada beliau (Rosululloh), cukuplah jika menjadi alasan kita untuk kesyukuran pada Alloh. Kesyukuran tiada tara atas nikmat yang takkan mungkin bisa kita hitung. Berterima kasih pada Sang Kekasih atas bimbingan, arahan, ajaran dan bahkan atas syafa'at beliau kelak untuk kita, seluruh umatnya.
Cukuplah dikatakan sebagai kesombongan yang nyata, saat seseorang mengandalkan amal ibadah serta ilmu dalam mencari keridloan-Nya. Karena dengan hal tersebut akan cenderung mendorong manusia untuk meremehkan orang lain yang dia rasa dan nilai tidak sebanding dengan dirinya. Tidak selevel dalam keilmuan yang dimiliki, tidak setingkat dalam ibadah yang dilakukan. Inilah yang kemudian disebut oleh para ulama dengan sebutan "Ghurur". Tertipu dengan ilmu yang dimiliki, tertipu dengan segala amal yang dilakukan. Dan inilah hal berbahaya yang sepatutnya dikhawatirkan setiap Muslim terjangkit dalam dirinya.
Dibulan Robi'ul Awwal yang mulia ini, adalah kesempatan besar bagi kita untuk membuktikan besarnya rasa cinta dan kesyukuran kita pada Alloh dan Rosul-Nya yang telah berjasa besar menyelamatkan kita dari zaman kegelapan dan kebodohan. Inilah kesempatan kita untuk memperbanyak sholawat pada Rosululloh, sebagai aplikasi menjalankan perintah yang telah Alloh firmankan dalam Al-Qur'an, dan sebagai bentuk usaha kita menjadi orang yang dekat dengan beliau, Rosululloh Shollallohu 'Alaihi wa Sallam.
Mudah-mudahan harapan kita, dekat dengan Rosululloh diijabahi dan dikabulkan oleh Alloh, hingga kita bisa bertemu dan menemani beliau disurga-Nya yang terindah, Amiin...
Semoga Bermanfaat
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment