Monday, January 18, 2016

Ulama Sufi Nusantara Yang Mendunia : GD Sang Master Strategi Perang


Kelompok Katolik binaan Pater Beek banyak bertebaran di berbagai lini vital: dari organisasi think tank Orde Baru hingga militer. CSIS disebut sebagai kantong terkuat, sedangkan di struktur militer jaringan binaan Beek terpusat di tangan LB. Moerdani. CSIS tersambung kuat dengan Pak Harto karena di dalamnya ada Ali Moertopo dan Benny Moerdani. Matarantainya adalah Beek>CSIS>Benny>Ali>Pak Harto.

Yang paling cemerlang adalah langkah yang dilakukan Gus Dur. Dalam strategi perang, menaklukkan musuh dengan menjadikannya sahabat adalah pencapaian paling cerdas dan strategis. Taktik lain yang dilakukan Gus Dur adalah "mengetahui kekuatan lawan bukan dari desas-desus, melainkan langsung masuk ke sarangnya."

Gus Dur menaklukkan jenderal paling ditakuti, Leonardus Benny  Moerdani, bukan dengan melawannya secara frontal, tapi menggandeng tangannya, menggiringnya masuk ke pesantren-pesantren, sambil menjelaskan, "Ini lho kaum muslimin Indonesia itu, damai. Bukan yang mau memberontak pakai label DI/TII maupun yang terlibat dalam kasus Woyla, Komji, dll." Jenderal katolik itu dipertemukan dengan Kiai As'ad Syamsul Arifin dan Kiai Mahrus Ali Lirboyo, dua pejuang 45. Kita tahu, jenderal model Benny itu agak sungkan kalau berhadapan dengan eksponen 45. Di hadapan Benny, Kiai Mahrus Ali ceplas-ceplos berkata: "Pak Jenderal, kami ini jangan disuruh KB. InsyaAllah keturunan kami ini baik-baik. Maling dan penjahat itu saja yang disuruh KB."

Kiai Mahrus terkekeh. Benny manggut-manggut.

Gus Dur satu langkah berhasil merangkul Jenderal Benny, hingga Pak Harto mulai cemas. Bayangkan, di pertengahan 1980-an itu Ketua Umum PBNU dengan jutaan pengikut luntang lantung mesra dengan Panglima Angkatan Bersenjata. Apa jadinya jika dua kekuatan hijau ini bersatu? Tak berselang lama, Pak Harto mulai mempreteli kekuatan Benny dengan memberhentikannya sebagai Pangab medio 1987.

Strategi menaklukkan lawan dengan cara merangkul dan menjadikannya sahabat ini saya kira yang membuat Gus Dur punya informasi unlimited dari sumber A1. Dari mulut Benny, tampaknya, GD banyak memperoleh info soal jaringan katolik, peta kekuatan internal militer dan kompetisi jenderal hijau vs merah putih. Soal tragedi pembantaian guru ngaji di Banyuwangi, 1998-1999, Gus Dur dengan lantang menyebutnya sebagai operasi Nagahijau. Kemungkinan besar infonya datang dari Benny atau jaringannya.

Karena telah mengetahui jerohan militer melalui Benny, maka ketika Gus Dur menjadi presiden beliau dengan taktis mendorong supremasi sipil dengan mengembalikan militer ke barak dan merealisasi tahap pemisahan TNI dan Polri. Di era presiden Gus Dur pula, beliau berusaha menghentikan kompetisi jenderal merah putih vs jenderal hijau dengan mengangkat jenderal bersih dan netral bernama Agus Wirahadikusumah sebagai Pangkostrad, meski akhirnya jenderal ini meninggal di Makkah, menyusuh kematian Jaksa Agung bersih bernama Baharuddin Lopa di kota yang sama.

Bagaimana langkah Gus Dur bermain di badan intelijen. Pertama merombak tatanannya dan namanya, kedua, menyingkirkan pengaruh intelijen didika  dan titipan Orde Baru serta menempatkan Brigjend Arie J. Kumaat, sosok yang lumayan bersih, sebagai pimpinan lembaga intelijen yang baru.

Hanya Polri yang ruwet ditata. Silahkan cek riyawat bagaimana alotnya Gus Dur merombak pucuk pimpinan Polri hingga dimainkan oleh DPR sebagai dayatawar politik dengan pion bernama S. Bimantara.

Strategi menaklukkan lawan dengan cara menjadikannya sahabat sebelumnya juga dilakukan Gus Dur dengan membawa Mbak Tutut keliling Jawa, 1996-an. Ini langkah taktis memomong anak untuk menaklukkan hati bapak. Hahaha....Lihat, Pak Harto yang pada Muktamar Cipasung, 1994, ingin menyingkirkan Gus Dur dan menjinakkan NU tapi gagal kemudian mulai melunak dan mau menerima kepengurusan PBNU di bawah kepemimpinan Gus Dur.

Yang luar biasa, di saat yang lain mencaci maki Pak Harto manakala ia jatuh, dan semua penjilatnya menjauhinya, Gus Dur lah yang menemani hari-hari pilu tersebut. Gus Dur bukan menghibur, Gus Dur hanya berusaha menegakkan kepercayaan diri Pak Harto sebagai manusia Jawa, manusia Indonesia.

Lalu bagaimana dengan strategi "mengetahui kekuatan lawan bukan dari desas-desus, melainkan langsung masuk ke sarangnya." Coba, silahkan lihat keterlibatan Gus Dur sebagai anggota Shimon Peres Institute, Israel. Anggota lembaga ini banyak: dari cendekiawan, anggota Knesset (parlemen Israel), jenderal, hingga mereka yang punya jaringan di AIPAC (itu lhooo, komite lobi Zionis di AS). Lha, dalam hal ini, saya malah membayangkan Gus Dur masuk ke benteng musuh dengan santai, disambut jabat tangan lawan, dan dengan santai Gus Dur sibuk memetakan kekuatan lawan sambil menyeruput kopi.

Kabarnya, saat berkunjung ke Israel, Gus Dur ditemui Ehud Barak, PM Israel. Jagal rakyat Palestina selain Ariel Sharon dan Ben Netanyahu itu bertanya, "Bagaimana cara ampuh menghentikan perlawanan rakyat Palestina. Tuan punya saran?"

"Gampang, Tuan Barak. Kembalikan kemerdekaan mereka. Selesai sudah!" jawab Gus Dur santai.
----
Lahul Fatihah.
[Nuruddin Udien Hidayat, Shuniyya Ruhama, Syaroni As-Samfuriy, Abdu L Wahab, Fauzan Adzlim Purnama, Sukma Adi]

No comments:

Post a Comment