Thursday, January 14, 2016
Tafsir Sufistik : Surah Al-Ikhlas 1-4
๐Tafsir Sufistik
Ayat-ayat pilihan
Sulthonul Auliya
Syeikh Abdul Qadir al-Jailany
๐ข
ุจูุณูู ุงููู ุงููุฑุญูู ูู ุงููุฑุญูููู
~Surah Al-Ikhlas 1-4~
ُْูู َُูู ุงُّٰููู ุงَุญَุฏٌ ۚ
1⃣ [Katakanlah] wahai Rasul yang paling sempurna, kepada orang yang bertanya kepadamu, “Gambarkanlah kepada kami tentang Rabbmu yang membuatmu mengajak kami untuk mengimani dan menyembah-Nya.” Katakanlah bahwa [Dialah Allah, Yang Maha Esa] maksudnya: Dialah zat yang disifati dengan sifat uluhiyyah di alam gaib maupun alam nyata. Yang Maha Tinggi dari keduanya sesuai dengan zat-Nya yang disifati dengan sifat uluhiyyah dan rububiyyah. Yang mencakup semua syarat kesempurnaan sesuai dengan nama-nama dan sifat-sifat yang sempurna, yang tersimpan dalam zat yang disifati dengan sifat keesaan dan terbebas dari keberbilangan, yang memiliki kebebasan mutlak dalam wujud, kehidupan, dan kekuatan, yang tetap berada dalam kekekalan yang abadi, dimana kekekalan dan keabadian-Nya tidak bisa diukur sama sekali dengan berbagai macam timbangan dan takaran, serta tidak tercakup oleh berbagai macam pengaturan dan takdir.
ุงَُّٰููู ุงูุตَّู َุฏُ ۚ
2⃣ Sebab bagaimana mungkin Allah SWT menjadi obyek takdir, sedang Dia adalah [Allah yang bergantung kepadaNya segala urusan], yaitu yang memiliki kekuasaan untuk menolong dimana Dialah yang menjadi tujuan dan tempat kembali semua yang zhahir dan yang bathin dari makhluk hidup, dan segala bentuk kerusakan yang ada di alam gaib maupun di alam nyata, di dunia maupun di akhirat. Di sisi lain, Dia sendiri tidak membutuhkan semua itu sama sekali.
َูู ْ َِููุฏْ ۙ ََููู ْ َُْูููุฏْ ۙ
3⃣ Bagaimana mungkin Dia membutuhkan sesuatu, sedang Dia adalah Allah SWT yang [tidak beranak]. Sebab beranak hanya pantas diperuntukkan bagi sesuatu yang berketurunan dan takut pada ketiadaan dan kemusnahan. Sedangkan Allah SWT berdasarkan kekuasaan-Nya, keberadaan-Nya yang wajib dan Kekekalan-Nya yang abadi, tidak mungkin terjadi kepada-Nya sesuatu yang mengindikasikan adanya kekurangan semacam ini, yang sudah pasti memiliki kesudahan dan membutuhkan tempat kembali. Sebab pada diri-Nya tidak berlaku kata berkesudahan dan keberpindahan. [Dan] Dia [tiada pula diperanakkan] untuk itu semua. Sebab segala sesuatu yang zhahir dan bathin, yang azali dan abadi, adalah berasal dari-Nya, dengan-Nya, untuk-Nya, dan dalam diri-Nya. Segala sesuatu yang diharuskan ada dari makhluk sejak zaman azali, tidak keluar dari cakupan bayang-bayang nama-Nya dan pantulan sifat-Nya. Jadi, bagaimana mungkin bisa dibayangkan ada sesuatu selain Dia yang mendahului diri-Nya, padahal tidak ada sesuatu pun –selain diri-Nya—yang menjadi ada sampai Dia menciptakan.
ََููู ْ َُْููู َّููٗ ًُُูููุง ุงَุญَุฏٌ
4⃣ [Dan] ringkasnya, Allah SWT sendirian dalam keesaan-Nya, Maha Esa dalam kesendirian-Nya, dan merdeka dalam kebebasan-Nya. Sebab [tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia], tidak sebelum Dia maupun sesudah Dia. Bahkan tidak ada tuhan selain diri-Nya dan tidak ada yang maujud selain Dia.
๐
SIRR✨SUFI Islam Ramah
Mari bergabung menjadi jamaah KHATAMAN ALQUR'AN online
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment