Wacana SUFI ke-73
" Bagaimana kita mendidik dan menjaga keikhlasan ?
Pendamlah dirimu atau wujudmu di dalam gundukan tanah yang
sunyi. Tapi bukan dengan dikubur, “wah, ini harus topo mendem”. Maksudnya diri adalah sebuah kualitas. Kualitas yang
selama ini ada di dalam dirimu, yang berhubungan dengan Tuhanmu, pendamlah dan
jangan ditampakkan. Kualitas hubungan kita dengan Allah, harus kita sembunyikan
betul, seperti orang memendam mayatnya.
Sebuah pohon yang tidak pernah dipendam bijinya, tidak
akan pernah sempurna tumbuhnya. Orang ahli ibadah, ahli amal, ahli kebaikan yang
setiap hari dipamer-pamerkan, tidak akan pernah sempurna spiritualitasnya orang
itu. Meskipun mungkin saja dia tumbuh, seperti pohon yang tumbuh besar sekali, tetapi
tidak ada buahnya.
Ada pohon besar sekali, tapi tidak pernah berbuah, biasanya bijinya
tidak dipendam, bijinya dilempar begitu saja, tumbuh sendiri dan liar.
Tumbuhnya tidak sempurna, karena tidak di didik, bijinya tidak dicangkul,
dipupuk, penyakitnya dibuang dan dipagari.
Keiklasan amaliyah, harus kita sunyikan. "Ya Allah, biar Engkau saja, yang tahu kebaikanku". Misal dalam hal sholat, biarlah yang tahu hubungan hatiku dengan Engkau ketika
aku shalat, cukup Engkau sendiri. Malaikat jangan boleh tahu,
Tuhan. Sebab kalau malaikat tahu, akan mencatatnya. Jika dicatat, isinya mungkin akan banyak kurangnya.
Hal yg sama, ketika biji disebar, biasanya kalau tidak
dipatuk burung, dimakan ulat atau tumbuh tidak sempurna seperti tadi. Begitu
juga kualitas hubungan kita dengan Allah, kalau kita tunjuk-tunjukkan ke orang
lain, akan dipatuk oleh setan. Kualitas hati yang dipatuk dan dicuri oleh setan
karena diperlihatkan, jadinya langsung diganti dengan takabur, takjub diri,
riya atau bangga.
Dikatakan oleh Syech Abul Abbas Al Mursi, “Siapa yang
menginginkan popularitas, berarti dia bukan hambanya Allah, tapi hambanya
popularitas. Siapa yang menginginkan tersembunyi, dia hambanya tersembunyi”.
Saya mau bersembunyi saja, kenapa ? supaya makhluk-makhluk tidak melihat saya.
Dan nanti kalau saya menyembunyikan sedekah atau perbuatan baik, nanti saya
akan disebut orang ikhlas. Anda menyembunyikan sesuatu, karena ingin disebut
ikhlas, itu namanya riya. Jadi baiknya biasa-biasa saja lah.
Yang disebut hamba Allah itu, tampak ataupun tersembunyi, sama saja. Orang berusaha menyembunyikan, misal anda ingin menyembunyikan, itu
jangan karena ingin tersembunyi. Ada orang yang menyembunyikan sesuatu, khawatir
kalau ditampakkan jadi bahaya, sebaiknya disembunyikan saja. Atau ada orang ingin
menampakkan sesuatu, tetapi kalau ditampakkan bisa habis-habisan, sebaiknya disembunyikan
saja. Ini adalah proses mendidik.
Kalau sdh sempurna sebagai hamba Allah
atau Abdullah, dia tidak ada urusan tampak ataupun tersembunyi, karena sudah bukan
hambanya tampak atau hambanya tersembunyi, tapi hambanya Allah. Seperti itulah
latihan keikhlasan kita.
Jangan sampai kita berbuat baik, tapi menunggu ikhlas.
Berbuat baik sajalah, kadang-kadang Allah menurunkan anugerah ikhlas, tanpa
kita duga. Misal anda berdzikir tapi belum bisa ikhlas, tetap dzikir saja, nanti
tiba-tiba ikhlas datang juga. Ikhlas itu juga tidak bisa kita usahakan, itu
anugerah Allah.
Orang di didik dengan Lillahita’ala, apa sudah ikhlas? belum,
itu baru menyiapkan diri untuk wadahnya ikhlas. Sebesar apa kualitas lillahita’ala
itu, sebesar itulah Allah memberi ikhlas, dan rasa lillahita’ala masing-masing
orang berbeda. "
[ DR KHM Luqman Hakim | Kantor Pusat PT TELKOMSEL | 27 Maret 2014 ]