Friday, April 4, 2014

Mendidik Keikhlasan

Wacana SUFI ke-73

" Bagaimana kita mendidik dan menjaga keikhlasan ? 
Pendamlah dirimu atau wujudmu di dalam gundukan tanah yang sunyi. Tapi bukan dengan dikubur, “wah, ini harus topo mendem”. Maksudnya diri adalah sebuah kualitas. Kualitas yang selama ini ada di dalam dirimu, yang berhubungan dengan Tuhanmu, pendamlah dan jangan ditampakkan. Kualitas hubungan kita dengan Allah, harus kita sembunyikan betul, seperti orang memendam mayatnya. 
Sebuah pohon yang tidak pernah dipendam bijinya, tidak akan pernah sempurna tumbuhnya. Orang ahli ibadah, ahli amal, ahli kebaikan yang setiap hari dipamer-pamerkan, tidak akan pernah sempurna spiritualitasnya orang itu. Meskipun mungkin saja dia tumbuh, seperti pohon yang tumbuh besar sekali, tetapi tidak ada buahnya. 
Ada pohon besar sekali, tapi tidak pernah berbuah, biasanya bijinya tidak dipendam, bijinya dilempar begitu saja, tumbuh sendiri dan liar. Tumbuhnya tidak sempurna, karena tidak di didik, bijinya tidak dicangkul, dipupuk, penyakitnya dibuang dan dipagari. 
Keiklasan amaliyah, harus kita sunyikan. "Ya Allah, biar Engkau saja, yang tahu kebaikanku". Misal dalam hal sholat, biarlah yang tahu hubungan hatiku dengan Engkau ketika aku shalat, cukup Engkau sendiri. Malaikat jangan boleh tahu, Tuhan. Sebab kalau malaikat tahu, akan mencatatnya. Jika dicatat, isinya mungkin akan banyak kurangnya. 
Hal yg sama, ketika biji disebar, biasanya kalau tidak dipatuk burung, dimakan ulat atau tumbuh tidak sempurna seperti tadi. Begitu juga kualitas hubungan kita dengan Allah, kalau kita tunjuk-tunjukkan ke orang lain, akan dipatuk oleh setan. Kualitas hati yang dipatuk dan dicuri oleh setan karena diperlihatkan, jadinya langsung diganti dengan takabur, takjub diri, riya atau bangga. 
Dikatakan oleh Syech Abul Abbas Al Mursi, “Siapa yang menginginkan popularitas, berarti dia bukan hambanya Allah, tapi hambanya popularitas. Siapa yang menginginkan tersembunyi, dia hambanya tersembunyi”. 
Saya mau bersembunyi saja, kenapa ? supaya makhluk-makhluk tidak melihat saya. Dan nanti kalau saya menyembunyikan sedekah atau perbuatan baik, nanti saya akan disebut orang ikhlas. Anda menyembunyikan sesuatu, karena ingin disebut ikhlas, itu namanya riya. Jadi baiknya biasa-biasa saja lah. 
Yang disebut hamba Allah itu, tampak ataupun tersembunyi, sama saja. Orang berusaha menyembunyikan, misal anda ingin menyembunyikan, itu jangan karena ingin tersembunyi. Ada orang yang menyembunyikan sesuatu, khawatir kalau ditampakkan jadi bahaya, sebaiknya disembunyikan saja. Atau ada orang ingin menampakkan sesuatu, tetapi kalau ditampakkan bisa habis-habisan, sebaiknya disembunyikan saja. Ini adalah proses mendidik.  
Kalau sdh sempurna sebagai hamba Allah atau Abdullah, dia tidak ada urusan tampak ataupun tersembunyi, karena sudah bukan hambanya tampak atau hambanya tersembunyi, tapi hambanya Allah. Seperti itulah latihan keikhlasan kita. 
Jangan sampai kita berbuat baik, tapi menunggu ikhlas. Berbuat baik sajalah, kadang-kadang Allah menurunkan anugerah ikhlas, tanpa kita duga. Misal anda berdzikir tapi belum bisa ikhlas, tetap dzikir saja, nanti tiba-tiba ikhlas datang juga. Ikhlas itu juga tidak bisa kita usahakan, itu anugerah Allah. 
Orang di didik dengan Lillahita’ala, apa sudah ikhlas? belum, itu baru menyiapkan diri untuk wadahnya ikhlas. Sebesar apa kualitas lillahita’ala itu, sebesar itulah Allah memberi ikhlas, dan rasa lillahita’ala masing-masing orang berbeda. "
[ DR KHM Luqman Hakim | Kantor Pusat PT TELKOMSEL | 27 Maret 2014 ]

No comments:

Post a Comment