Wacana SUFI ke-80
" Seseorang yang bisa mendidik bukanlah mendidik dengan verbal (kata-kata, tekstual). Tetapi seorang pendidik yang sesungguhnya adalah yang mendidik dengan kilatan cahayaNya.
Tiba-tiba seseorang mengalami perubahan dalam dirinya. Sebenarnya seseorang tersebut di-didik sekaligus menjadi mandiri.
Syech Abul Abbas Al Mursi QS mengatakan, kalo penyu mendidik anak-anaknya cukup dilepas. Ada telor calon anak penyu yang memang perlu dierami supaya menetas. Dan ada juga telor yang menetas dengan sendirinya, jika dierami justru busuk.
Kadang-kadang para masyayikh mendidik kita seperti penyu tadi, harus mandiri hatinya. Itu artinya hati tidak boleh gampang bingung. Kita punya Allah, punya Iman, itu sudah cukup. Ada kemandirian di hatinya.
Para masyayikh mendidik jiwa, seperti contoh penyu tadi. Penyu bertelor di darat, tetapi dia sendiri mendidik telor itu dari air. Setelah bertelor, dia tinggalkan ke sungai/air dan dia hanya lihat telornya dari jauh. Lalu Allah Ta'ala yang mendidik telor ini sampai menetas.
Seringkali kalo kita memahami perspektif kemursyidan sufi, bagaimana bisa seorang mursyid mendidik muridnya diujung sebelah sana yang tidak pernah bertemu ?
Yaitu dengan pandangan matahati, seperti penyu tadi melihat telornya, justru dia melihat dari air, padahal telor ada di darat.
Oleh karena itu Rasulullah SAW juga terus menerus mendidik umatnya, selain melalui ajaran yang sifatnya dohiriyah, maksudnya ada yang terbaca, ada gerakan, ada contohnya, dst dimana disana juga ada pendidikan, ibarat seperti silabus.
Tetapi Rasulullah SAW juga memandang dengan segala cinta kasih sayang luar biasa sepanjang zaman. Cara mendidik Beliau melalui nur, itu bentuk syafaat Beliau kepada umatnya di dunia ini.
Makanya umatnya agar "cerdas imannya", seperti yang diperintahkan Allah Ta'ala, agar bersholawat kepada Nabi. Sholawat itulah sebenarnya kita sedang belajar. Kita terus menerus mendapatkan limpahan cahaya Rasulullah SAW.
Allah sendiri bersholawat, itukan menggambarkan betapa Rasulullah menjadi pusat nur yang akan membias ke seluruh umatnya
sepanjang zaman.
Nah, kita menyiapkan wadahnya, ibarat seperti menyiapkan lampu-lampu dan saklarnya agar klik menyala. Kalo tidak ada lampu dan saklarnya, tak akan pernah menyala, justru bisa menjadi korsleting.
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid BANK INDONESIA, Jakarta Pusat | 14 Mei 2014]Sebanyak-banyaknya lampu dan saklar yang kita siapkan, dengan terus sholawat, lalu terang dan terus semakin terang. "
No comments:
Post a Comment