Friday, June 26, 2015

Taubatnya Taat



Wacana SUFI ke-88

Syech Ibnu Athaillah As Sakandary mengatakan, “ketika sedang taat, anda sangat butuh kasih sayang, perlindungan dan kelembutan dari Allah, lebih dari yang anda butuhkan dibanding ketika sedang maksiat”.

Hal ini karena umumnya orang butuh kasih sayang, perlindungan Allah, justru ketika maksiat, misalnya sehabis maksiat dia mengatakan, “ya Allah, aku mohon ampun padamu”. Padahal, yang kita butuhkan justru ketika kita sedang taat, yang sangat rawan dan rentan, bahkan sampai tidak diterima. 

Kita sangat butuh limpahan-limpahan kasih sayangnya Allah, termasuk tutupnya Allah atas keburukan dan aib-aib diri kita, butuh keikhlasan, khudur, musyahadah, makrifah ketika sedang taat. Lantas jangan meremehkan dan dianggap semuanya beres, sehabis berbuat taat, karena sebetulnya bisa jadi kita banyak maksiat kepada Allah ketika sedang taat. Misal ketika takbir sholat, kemudian pikiran kemana-mana, memikirkan uang, rumah, kerjaan, keluarga, bisnis, dll. 

Pernah saya bertanya kepada tukang main catur, “pak, anda kalau main catur, ketika sholat, apa yang sedang dipikirkan ?”, jawabnya polos, “ya catur, dalam sholat itu terlihat sekali strategi langkah kuda, benteng, dll”. Sama dengan orang yang suka main kartu, itu ketika sedang sholat, muncul semua strategi main kartunya. Ini namanya maksiat di balik ibadah. 

Maka Allah mempertegas, “Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam. Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati” (al-Hadid, 57: 6)

Menurut tafsir Syech Abul Abbas Al Mursi, “memasukkan malam ke dalam siang”, itu maksudnya maksiat dimasukan dalam ibadah, dan “memasukkan siang ke dalam malam “,itu maksudnya ibadah dimasukkan dalam maksiat. 

Betapa banyak orang beribadah tetapi sebenarnya dia masuk di dalam maksiat (malam dimasukkan di siang), dan begitu juga orang banyak maksiat lalu menjadi ahlu ibadah yang luar biasa (siang dimasukkan di malam). 

Kenapa saat taat itu kita banyak butuh pertolongan kepada Allah ? karena di balik taat itu ada hamparan Allah untuk menjanjikan derajat yang luhur, kemulyaan, dll, sehingga bisa jadi ketika kita taat timbul merasa lebih mulya di balik nafsu, karena memang karakter nafsu yang ingin muncul dan diperhatikan. 

Pada umumnya manusia sangat menghormati ahlu taat, di saat dia dihormati itulah pada saat yang sama diam-diam muncul takabur. Sehingga ketika taat, kita haruslah mewujudkan “La haula wa la quwwata illa billah”, tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah semata-mata, bahwa yang membuat ini semua adalah Engkau Allah, bersamaMu dan bukan bersama diriku.

Orang jika bersama dirinya, maka muncul kepentingan dirinya juga luar biasa. Gara-gara wiridan bersama dirinya, setelah wiridan beberapa bulan, justru mengeluh sebab ekonominya bertambah terpuruk. Ini namanya wiridan ditimbang dengan ekonomi. Padahal itu semua kepentingan anda di akherat, lha kok ingin diambil hari ini, nanti di akherat bisa bolong.  Maka, ketika taat itulah kita butuh sekali pertolongan Allah. 

Apa balasan Allah yang paling berharga di balik itu semua ? yaitu bahwa kita itu diterima, merupakan balasan yang tidak bisa ditimbang dengan dunia dan seisinya. Makanya oleh Allah pun disiapkan, kita kalau mau menghadap Allah, diwajibkan untuk berwudhu, dibersihkan dhohir dan bathinnya, dan jika sudah benar-benar free (bersih), barulah menghadap Allah. 

Maksiat yang justru menumbuhkan remuk redam di hati, itu lebih baik dari taat yang menjadikan takabur dan merasa lebih mulia dibanding orang lain, karena merasa mulia dan takabur ini bentuk penolakannya Allah pada kita. 

Salah satu sufi besar pada abad 3H mengatakan : “Taubatnya maksiat itu sekali saja cukup, tapi kalau taubatnya taat itu seribu kali taubat”. Ketika maksiat kemudian menyesal saja, itu sudah dianggap taubat oleh Allah. Dalam hal ini 2 hadits dengan redaksinya sama, “taubat itu menyesal” dan “menyesal itu sduah taubat”. Hal ini karena sangat cintanya Allah kepada kita, sehingga bagi orang yang bersalah dengan menyesal saja sudah diampuni. 

Sedangkan menghilangkan merasa beramal, bahwa amalnya lebih bagus dari orang lain, itu menghilangkannya butuh berkali kali, kiira-kira dibutuhkan istighfar 1000x. Dengan begitu kita tidak lagi menjadi orang yang merasa lebih mulia dari orang lain serta takabur. "
[DR. KHM. Luqman Hakim | Masjid Jami An Nur, Permata Hijau, JakSel | 11 Mei 2015]

No comments:

Post a Comment