Friday, June 19, 2015

Orang Bersyukur Kelompok Minoritas


Wacana SUFI ke-85
Mengingatkan pentingnya kalimat tasyakur Alhamdulillah, sebab orang bersyukur di dunia saat ini masuk kelompok minoritas. 

Hal ini memang sudah digariskan oleh Allah dalam firmanNya,
 “sedikit sekali kalian bersyukur”  (QS. AlMulk[67]: 23)
“mayoritas manusia tidak bersyukur” (QS.AlGhafir[40]: 61).  

Itu artinya orang bersyukur masuk kelompok minoritas, meskipun begitu mereka adalah kelompok minoritas yang sangat diperhatikan oleh Allah. 

Kenapa manusia sekarang ini sulit bersyukur ?

karena manusia sering melihat syukur dari wujud nikmat. Gara-gara yang dilihat wujud nikmat, malah sulit bersukur. 

Apakah kira-kira kita ingin seperti bani Israil ? karena Bani Israil itu bersyukurnya menunggu wujud nikmat. 

Maka di AlQuran disebutkan, 
“Hai Bani Israil, ingatlah nikmat-nikmatKu” (QS. AlBaqarah[2]: 40)

Itu maksudnya Allah menyuruh ingat nikmat-nikmatnya dahulu, sebab bani Israil itu “brengkelan” (bhs jawa) yaitu pertanyaannya detail sekali. Untuk bersyukur saja, oleh Allah harus ditunjukkan wujud detail –detail nikmatnya. 

Kita ini umat Rasul SAW, kita bersyukur langsung memandang AlMun’im, Sang Pemberi Nikmat. 

Meskipun kita diberi sedikit, itu pasti bersyukur, karena yang dilihat adalah Al Mun’in, Sang Pemberi Nikmat, bukan wujud nikmatnya. 

Kalau yang dilihat wujud nikmatnya, orang akan menunggu momen-momen nikmat, misalnya jika nikmatnya sudah besar, baru bisa bersyukur. Apalagi jika nikmatnya datangnya mendadak, “wah ini baru nikmat”, lha terus nikmat yang kemarin ? jawabnya: “itu kan hasil kerja keras saya”, “Itu kan gaji saya sebagai pegawai”.

Maka, marilah kita hari ini berterima kasih kepada Allah, karena banyak sekali telah diberi oleh Allah. 
Ibu-ibu apabila menerima uang dari suaminya, di hatinya mengatakan, “terima kasih ya Allah, Engkau memberi aku uang”. 
Bapak-bapak jika terima gaji dari kantor, hatinya berkata : “terima kasih ya Allah, ini gaji dariMu”. 
Pedagang-pedagang sewaktu terima uang dari konsumen, hatinya mengatakan : “terima kasih Allah, ini uang dariMu”.

Mulut mengatakan “terima kasih mas, pak, dek, dll”, karena itu adalah tugas mulut, sedangkan tugas hati berterima kasih kepada Allah. 

Manusia modern banyak kehilangan AlMun’im, Sang Pemberi Nikmat. Mungkin saja saat ini Sang Pemberi Nikmat baginya, sudah berbentuk bos perusahaannya, penguasanya, orang-orang yang menjadi pelanggannya. 
Berarti kita sudah memberhalakan banyak hal dalam kehidupan modern ini. Dan ini sesungguhnya membuat kita sedang tersiksa. Tidak perlu menunggu besok di akherat. Sekarang ini kita sedang disiksa oleh Allah. 

Wujud tersiksanya apa ? yaitu tidak bersyukur tadi. 

Ada juga orang tidak bersyukur, membuatnya merasa semakin nikmat, semakin kaya, padahal dia tidak tahu bahwa sebenarnya dia sedang tertutup dari Allah. Dan tertutup dari Allah di dunia itu siksaan yang paling tragis. 

Jangan dipahami siksaan itu wujudnya berupa gunung meletus, banjir, kecelakaan, dll, padahal itu belum tentu siksaan, jika banjir membuat orang semakin dekat dengan Allah, maka banjir tersebut adalah nikmat.

Tetapi dapat kekayaan, justru semakin jauh dari Allah, itu adalah siksaan. Maka Allah menyebutkan, 
“maka susungguhnya siksaKu sangat pedih” (QS.AlBaqarah[2]: 211)

Siksa mana yang pedih ? yaitu siksa terkena hijab, terhalang dengan Engkau, Allah. 

Kalo kita bersyukur itu harus yang gede, maksudnya bagaimana ? misalkan anda 3 hari atau 1 minggu di padang pasir, tidak ada makanan dan minuman, lalu tiba-tiba ketemu makanan yang anda sukai, itu pasti anda mengucapkan Alhamdulillah, seperti seluruh sendi-sendi anda juga ikut merasakan sangat Alhamdulillah. 

Sekarang, ketika kita membaca Alhamdulillah 33x setiap habis sholat, harus yang gede hatinya, mengucapkan terima kasih kepada Allah. Pernahkah kita mensyukuri ada air di rumah, lampu menyala, masih ada cabe, garam, dll ? barangkali ada yang sudah bersyukur dan banyak juga yang belum mensyukurinya.

Mengulas tentang syukur tidak akan pernah selesai sampai besok kiamat, karena nikmat Allah itu tidak bisa dihitung.
“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat lalim dan banyak mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim: 34).


Nabi Dawud pernah Munajat kepada Allah, 
“ya Tuhanku, bagaimana aku bisa mensyukuri nikmatMu, sedangkan sekian banyak rambut yang tumbuh tidak bisa dihitung, dan itu merupakan nikmat dariMu, saya harus mensyukuri nikmat rambut yang baru tumbuh, terus rambut yang lainnya, bagaimana saya harus mensyukuri Engkau, ya Allah?” 

Oleh Allah dijawab, 
“wahai Dawud, cara bersyukurmu adalah engkau tahu bahwa semua itu dariKu, itu sudah cukup”. 

Jadi, kenapa orang sulit bersyukur ? karena tidak melihat semua itu dari Allah, tetapi dilihatnya dari tetangga, kolega, bos dll. Jika demikian, hidup sampai kiamat pun, sedikit sekali bersyukurnya. "
[DR. KHM. Luqman Hakim | Maulid Nabi SAW & Isro Mi'roj - Kebayoran Lama, Jaksel | 16 Mei 2015]

No comments:

Post a Comment