[DR. KHM. Luqman Hakim | Bedah Buku "Filosofi Dzikir", UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta | 3 Juni 2015]" Apakah dzikir itu produk filsafat ? ataukah filsafat itu sendiri produk dzikir ?
Itulah kenapa para sufi yang sangat intens terhadap tema dzikrullah, kemudian memberi porsi bagian-bagian sistematis secara akademik dan praktikal yang berbeda-beda, hal ini karena sejarah dzikrullah itu sendiri.
Pendidikan pertama kali yang disampaikan oleh Allah pada manusia, yaitu pendidikan dzikir, bukan pendidikan yang lain-lain.
"Allah mengajarkan kepada Adam asma-asma seluruhnya" (QS AlBaqarah 31), yaitu asma-asma Allah maupun asma-asma selurun ciptaan Allah, dimana setiap nekles dari setiap ciptaan itu menyembunyikan asma Allah.
Nabi Adam as pertama kali diajari itu semua, sehingga beliau berdzikir dan tidak bisa menolak untuk tidak berdzikir selama-lamanya.
Di dalam proses penyempurnaan ajaran dzikir, jatuh kepada Rasul SAW, itupun yang diajarkan pertama kali oleh Allah kepada Nabi SAW adalah ajaran dzikir, "Bacalah dengan nama Tuhanmu" (QS Al Alaq 1)
Pada zaman nabi Adam as, saat itu Allah masih harus mendikte, sedangkan di era Rasul SAW sudah iqro (bacalah), berarti sudah sempurna.
Selanjutnya Rasul SAW mengatakan, "aku tidak bisa membaca", ketika itu Rasul SAW dipeluk oleh Jibril as dan diajari untuk iqro dalam suasana istiqro', kalau sekarang dalam istilah dunia tasawuf disebut madzub, disitulah Beliau gemetaran karena seluruh tubuhnya ( Jiwa, ruh, rahasia ruh ) berbunyi Allah semua.
Menariknya adalah saat Jibril as melanjutkan " Iqro' bismi robbikalladzi kholaq", kemudian Rasul saw langsung bisa menirukan ayat tersebut. Itu artinya Beliau sudah pada tingkat kesadaran, dan sudah mulai ada fikir.
"Bacalah dengan nama Tuhanmu", siapakah nama Tuhanmu ? yaitu Allah, maka maknanya bacalah semua AlQuran, baik yang tertulis maupun tidak tertulis dengan "Allah...Allah...Allah...."
Meskipun saat itu kesadaran Beliau sudah mulai muncul, tetapi hatinya masih bergetar terus, ini artinya keniscayaan dzikir yang kelak kemudian di sistematisir oleh para akademisi, ulama-ulama Sufi supaya lebih mudah dipahami, bahkan termasuk dalam proses-proses praktek dzikir.
Rasul saw selain mengajari dzikir yang sifatnya untuk umum, Beliau juga mengajari dzikir secara khusus, dimana kelak dzikir secara khusus tersebut menjadi tradisi tarekat dzikir.
Lantas kenapa tarekat dzikir ada banyak dan bermacam-macam ? karena Rasul saw mengajari sayyidina Ali kwh berbeda dengan sayyidina Abu Bakar ra, beda pula kepada sayyidina Umar ra. Hal ini dikarenakan wadah spiritual para sahabat tersebut masing-masing berbeda.
Walaupun ada beberapa talqin dzikir yang sama di tarekat, tetap saja Rasul saw kadang memanggil satu persatu, atau berkelompok atau mengajari secara umum, contohnya dzikir untuk umum seperti sehabis sholat bagusnya membaca : istighfar, subhanallah 33x, dst.
Jadi, sebenarnya dzikir itu satu keniscayaan, maksudnya kalau kita menghitung nekles semesta itu, rasanya sudah tak terhingga. Di setiap nekles yang ada, itu tidak akan pernah ada, kecuali dibaliknya ada nama Allah, sehingga "kemanapun engkau menghadap, disitulah wajah Allah". (QS AlBaqarah 115). "
Monday, June 22, 2015
Pengantar Filosofi Dzikir
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment