Wacana SUFI ke-92
" Kita harus disiplin terhadap adab atau etika kita pada Allah.
Adab itu lebih lembut dari akhlak, contohnya akhlak kita terkait makan yaitu cara makan kita bagus, baca bismillah terlebih dahulu, makan tidak sambil tertawa-tawa. Sedangkan adabnya makan lebih dari itu, misal “wah saya kok bernafsu sekali dengan lauk ini”, ketika anda benar-benar mengambil lauk itu, berarti kita kurang beradab karena menuruti nafsu. Sebaiknya menunggu dulu hingga anda tidak berselera, baru mengambil lauk tersebut.
Jadi, sampai selembut itu adab kita kepada Allah.
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu, ia berkata: Rasulullah shallallohu alaihi wa sallam bersabda:
“Malulah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu”,
Ibnu Mas’ud berkata: kami kemudian bertanya:
“Wahai Rasulullah, alhamdulillah sesungguhnya kami malu”,
beliau bersabda:
“Bukan begitu, namun yang dimaksud malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu adalah menjaga kepala dan anggota badan yang terletak di kepala, menjaga perut dan anggota badan yang berhubungan dengan perut, mengingat kematian dan saat badan hancur dalam kubur. Barangsiapa yang menginginkan akhirat hendaknya ia meninggalkan kesenangan dunia, barangsiapa yang melakukan hal tersebut maka sungguh dia telah malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya malu.”
[HR. Ahmad, at-Tirmidzi, dan selain keduanya]
Apa yang dimaksud menjaga kepala dan anggota badan yang terletak di kepala ? yaitu secara dhohir ada indera kita, maka jagalah inderamu secara syar’i. Berikutnya di dalam kepala ada pikiran dan otak, maka jangan melamun, berimajinasi yang tidak-tidak, harusnya dibuat untuk tafakur.
Bagaimana menjaga perut dan anggota badan yang berhubungan dengan perut ? yaitu secara fisik perut seperti usus/liver/jantung, maka jagalah makan, jangan terlalu kenyang menuruti nafsu. Ada juga didalamnya meliputi hati, ruh, sir (rahasia hati), maka jagalah agar tetap bersih dan bisa menjadi pantulan bagi cahayanya Allah.
Berikutnya mengingat kematian dan saat badan hancur dalam kubur, ketika orang berbuat dosa, kemudian ingat kuburan, itu membuat syahwatnya hilang. Orang makan yang enak-enak saja, tiba-tiba ingat kuburan, menjadi tidak berselera.
Ada sedikit kisah unik, saya mempunyai saudara di jombang, yang memiliki pesantren namanya Ponpes An Najar, artinya tukang kayu, karena memang kyainya seorang tukang kayu dan ahli bangunan. Suatu hari, saat saya masih nyantri di TebuIreng mampir ke pondok tersebut melihat sesuatu yang janggal, kemudian bertanya, “pak Ansor, ini kok ada batu nisan di emperan, siapa yang meninggal?”,
Beliau menjawab, “oh tidak, itu memang sengaja saya pasang disitu”,
Saya heran sekali, “lho buat apa?”,
Jawabnya, “saya kalau mau keluar rumah, melihat nisan itu pasti ingat mati, dan nanti pulang balik lagi habis pergi akan melihat lagi nisan tersebut, jadinya ingat mati terus”.
Pikir saya dalam hati, “hebat juga ini orang”.
Dan sampai sekarang pun ponpes dan nisan tersebut masih ada.
Siapa yang berbuat itu semua, seperti yang diterangkan dalam hadits Rasul saw di atas, berarti dia benar-benar memiliki rasa malu di hadapan Allah. "
[DR KHM Luqman Hakim | Masjid Baiturrohim, Beji Timur, Depok | 26 mei 2015]
No comments:
Post a Comment