Monday, November 9, 2015
Jangan mengandalkan Amal
Nutrisi Ruhani malam
Santun menyejukkan
Wacana SUFI ke-102
~Jangan mengandalkan Amal~
" Saya teringat ayah saya, yaitu Kyai Bisri Musthofa. Ayah saya tersebut punya puluhan karangan kitab-kitab. Mulai dari Lughah, Nahwu, Sorof, sampai Hadits dan yang paling terkenal adalah Tafsir Beliau, Al-Ibriz.
Namun begitu, Beliau sering mengatakan bahwa Beliau tidak bisa mengandalkan dengan amaliyahnya.
Beliau setiap malam, biasanya mulai jam 2 malam. Setelah selesai sholat, beliau teriak sendiri. Teriak memanggil-manggil Rasulullah SAW.
Saya terngiang-ngiang saat Beliau teriak sendiri,
“Wahai semulia-mulianya makhluk Allah.
Aku tidak mempunyai siapa-siapa untuk aku mintai pertolongan. Untuk berlindung kecuali Engkau.
Nanti ketika peristiwa besar itu datang di hari kiamat.
Kedudukanmu luas sekali.
Ya Rasul, engkau begitu besar.
Begitu luas kedudukanmu.
Begitu luas pangkatmu.
Masak cuma saya, akan membuat sempit tempatmu?
Saya tidak bisa mengandalkan amalan shalat.
Kadang-kadang bahkan seringkali melamun.
Begitu Allahuakbar, pikiran sudah tidak ke Allah lagi.
Puasa saya, hanya puasa Ramadhan.
Itu saja jika pergi agak jauh sedikit, sudah batal.
Haji saya, haji yang dibiayai orang.
Zakat, itupun hanya zakat fitrah.
Saya menulis banyak kitab, tapi saya dapat honor.
Kadang-kadang yang saya pikirkan adalah honornya.
Jadi satu-satunya yang saya harapkan hanya Engkau, Ya Rasulullah SAW."
Ayah saya saja seperti itu, lalu bagaimana seperti saya ini ?
Imam Bushiri yang begitu hebat, juga tidak merasa cukup berani mengandalkan amalnya. Hanya bersandar kepada Rasulullah SAW.
Ayah saya menggambarkan, pada waktu nanti ada saatnya Allah Ta’ala itu tampil dalam asmanya Al-Muntaqim dan Al-‘Adl.
Sekarang ini Allah masih tampil dalam asmanya Ar-Rahman Ar-Rahiim. Sehingga maling duit rakyat milyard-an itu tidak diapa-apakan. Kita semua yang penuh dengan dosa, tetap dibiarkan hidup.
Coba jika Allah sekarang ini sudah tampil dengan asmanya Al-‘Adl dan Al-Muntaqim. Bisa payah kita.
Siapa diantara kita yang tidak berdosa ?
padahal kalau adil itu yang salah pasti dihukum.
Ayah saya menceritakan, nanti ketika Allah tampil dalam asma Al-Muntakim, akan memanggil raja-raja di dunia.
"Ya Fir’aun........
Ya Hitler.......
Ya Josh Bush.......
Ya Soeharto.......
Ya SBY…….."
"Mana raja-raja yang dulu adigang, adigung, adiguna ?
Yang sewenang-wenang ?
Semuanya menunduk.
Tidak ada yang berani mengangkat kepalanya.”
Saya kuatir nanti lama-lama akan memanggil nama saya, dan tiba-tiba,
"mana Bisri ?
yang tukang pidato,
menulis baik-baik,
tapi kelakuannya tidak seperti yang ditulis dan diomongkan”
“mana Bisri?
Tukang pidato yang mulia diomongannya saja,
tapi kelakuannya tidak seperti yang diomongkan”
“mana Bisri?
Menganjurkan baik-baik,
tapi dia sendiri tidak melakukan.”
"Saya hanya diam saja. Saya pegangi jubahnya Kanjeng Nabi, tanpa sama sekali berkata-kata."
Akhirnya Rasulullah SAW yang menjawab,
“ini Bisri, ada di dekat saya, Gusti”.
Kata Allah,
“oh, ya sudahlah kalau begitu”.
Saya pikir kok enak sekali. Nanti ikut begitu saja lah seperti ayah saya.
Tetapi saya khawatirnya, itu adalah ayah saya. Setiap malam bershalawat kepada Rasul SAW, dan shalat tahajud sampai subuh.
Lha, saya tahajud aja tidak pernah.
Nanti saat saya pegangan jubahnya Kanjeng Nabi, dijawabnya,
“ini siapa?”.
Bisa payah saya.
Jadi, kita harus kenal Kanjeng Nabi Muhammad SAW.
Contohnya, Kanjeng Nabi itu wajahnya tersenyum.
Kalau ada orang-orang yang mau curhat ke Rasulullah, karena mempunyai beban pikiran.
Belum curhat, itu sudah hilang semua kegalauannya.
Begitu melihat wajah yang cemerlang.
Tidak seperti banyak pemimpin sekarang.
Kita tidak galau, tapi begitu melihat wajahnya, malah jadi pening semua.
Jadi, anda boleh meniru pakaiannya Rasulullah SAW.
Tapi belajarlah berwajah tersenyum.
Jangan sampai sampeyan berpakaian Quraisy, tapi wajahnya sangar.
Itu adalah Abu Jahal, bukan Nabi Muhammad SAW. "
[Mbah GusMus | Majelis Maulid Watta’lim Riyadlul Jannah, Malang | 25 Mei 2
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment