Friday, October 30, 2015

Rasulullah SAW seorang manusia yang paling manusia, juga memanusiakan manusia




Nutrisi Ruhani
Santun Menyejukkan

Wacana SUFI ke-95

~Rasulullah SAW seorang manusia yang paling manusia, juga memanusiakan manusia~

“ Sekarang banyak sekali orang semangat mencintai Allah. Tetapi tidak mengenal Allah. Jangan-jangan Allah tidak senang. Justru gregetan.

Misalnya, ada yang sangat senang dengan kekasihnya atau istrinya. Kemudian melihat ada kain warna merah menyala yang menarik. Langsung saja dibeli meski harganya 1 juta untuk hadiah, itu karena cintanya dengan istrinya. Trus sama istrinya, ternyata kain tersebut dipakai untuk membersihkan sepeda. Mungkin karena tidak suka warnanya. Ini gara-gara tidak kenal dengan istrinya.

Untuk mengenal Allah, kita harus kenal utusannya, yaitu Rasulullah SAW. Dan kita harus bersyukur, bahwa kita itu diberi hidayah Allah SWT, bisa mengikuti Rasulullah SAW.

Makanya kata kyai-kiyai, nikmat yang paling besar adalah nikmat Islam, Iman dan Ihsan. Hidayah itu nikmatnya luar biasa, yang harus disyukuri.

Kalau melihat potongan orang Indonesia, rasanya tidak pantas mengikuti kanjeng Nabi. Sebab kalau pantas-pantasan, menurut saya lebih pantas orang Korea, dibanding kita ini. Orang korea lebih pantas lho untuk masuk Islam, dibanding misal orang ponorogo, cilacap, gunung kidul dll.

Orang Korea itu secara budaya, dia sudah seperti yang diajarkan Rasulullah SAW.
Mereka punya etos kerja keras, seperti yang diajarkan Rasul SAW.
Mereka punya budaya kebersihan yang luar biasa.
Mereka disiplin.
Sedangkan kita hanya pinter ndalil-ndalil saja.

Kemarin saya cerita ke kawan-kawan,
“saya mau nyebrang jalan dekat KBRI. Meski mobil sepi, semua orang-orang kok diam saja, tidak segera nyebrang. Mereka disiplin antri berjejer. Sebetulnya saya sudah pengen lari saja. Tapi melihat anjingnya orang kafir yang diam saja, jadinya ga jadi lari, malu kalau kalah disiplin dengan anjingnya orang Korea”.

Jadi mereka itu sebetulnya lebih pantas. Tetapi Allah menghendaki yang lain, dengan memilih kita, yang seharusnya kita itu kiblatnya Borobudur. Lha kok, sekarang kiblatnya jadinya ke kakbah.

Kita harus syukuri bahwa pertama kita itu diberi hidayah oleh Allah SWT. Kedua, diberi pemimpin teladan, yang namanya Muhammad bin Abdullah SAW.

Kita harus bersyukur, Allah telah memilihkan makhluk yang terbaik, seorang manusia yang paling manusia. Sehingga kita sebagai manusia, akhirnya juga mengikuti manusia.

Agar kita bisa dicintai oleh Allah, maka kita harus mengikuti Rasulullah SAW.
Ini adalah dawuh Qur’an,
“katakan Muhammad : kalau kalian mencintai Allah. Ikutilah aku (Muhammad). Maka Allah akan mencintaimu”.

Mengikuti Kanjeng Nabi Muhammad itu mudah sekali, sebab Beliau manusia dan kita juga manusia.
Coba kalau sampeyan mengikuti kuda, akan sakit semua. Apalagi mengikuti “kethek” (kera).

Manusia mengikuti manusia itu enak sekali. Bahkan Allah sendiri mendawuhkan Kanjeng Nabi supaya menegaskan,
“katakan pada mereka, bahwa saya (Muhammad) tidak lain adalah manusia seperti kalian”.

Rasulullah SAW bukan hanya manusia, tapi manusia yang paling manusia. Manusia yang mengerti manusia. Karena sekarang itu banyak pemimpin kelihatannya manusia, tapi tidak mengerti manusia.

Mentang-mentang dia ahli wiridan, ahli dzikir. Ketika ada orang datang,
“mbah, saya ini galau terus, mohon dikasih ijasah wiridan apalah, yang kira-kira bisa menenangkan hati”.

“oh baik, ini ya… kalau habis sholat, ayat kursi ini dibaca 35.000 kali”.

Ini model kyai almukarom, tapi tidak mengerti orang. Lha wong, orang muallaf baru bisa baca fatehah. Disuruh baca ayat kursi 35.000 kali. Dia baru baca 10 kali saja sudah klenger. Ini contoh manusia tidak mengerti manusia.

Kanjeng Nabi itu mengerti manusia. Tiap manusia itu tidak sama. Model manusia itu seperti ibarat dunia pendidikan, ada yang tingkat Paud, TK, Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah hingga Perguruan Tinggi.

Kanjeng Nabi tahu semua itu.
Makanya kalau kita melihat hadis-hadis Nabi Muhammad SAW, itu bermacam-macam. Meskipun redaksinya hampir sama. Hadis ini kok begini, sedangkan hadis yang lain kok begitu.

Inilah pentingnya kita harus mengerti yang namanya asbabul wurud. Yaitu ngaji tentang konteks daripada hadis tersebut. Kalau konteks turunnya Qur’an namanya Asbabun Nuzul.

Kanjeng Nabi ketika mengimami sholat jamaah atau khutbah jum’at, hingga Beliau wafat. Tidak pernah ada satupun jamaah yang ngrasani.
“ini sembahnya kok lama sekali”.
“ini khotbah kok ndlewer”.

Coba kita lihat banyak sekali khotib-khotib di Indonesia. Padahal mimbarnya tinggi sekali, bisa melihat semua jamaah. Namun herannya meski tahu jamaahnya sudah teler semua, khotbahnya masih saja diteruskan.

Ada yang lebih mengherankan lagi di Mesir. Khotibnya dia sendirian. Lha kok panjang sekali kalau khotbah. Padahal dia setiap minggu khotbah. Lha terus bagaimana seandainya kehabisan bahan untuk khotbah.

Kanjeng Nabi itu manusia yang mengerti manusia, juga memanusiakan manusia.

Beliau tidak membeda-bedakan manusia dari pangkat, kedudukan, dll. Jadi kalau anda manusia, pasti diterima oleh Rasulullah SAW.

Allah mengutus Beliau untuk menyatakan,
“Allah saja menghormati dan memuliakan manusia”.

Oleh karena itu Rasulullah SAW pasti memuliakan manusia. Apapun atributnya. Entah jembel, pejabat, kaya atau melarat, semuanya diperhatikan oleh Rasulullah SAW.

Kalau seorang Nabi yang manusia.
Mengerti manusia.
Memanusiakan manusia.
Maka perintahnya pun tidak ada yang dianggap berat oleh manusia.

Coba sampeyan tunjukkan. Apa kira-kira perintahnya Rasulullah yang berat ? tidak ada. “

[GusMus | Pengajian Korea | 8 Mei 2014]

No comments:

Post a Comment