" Iman ketika kita sedang maksiat, diibaratkan seperti matahari yang tertutup dan tidak muncul cahayanya, atau seperti lampu yang terhalang suatu benda tidak bisa menyinarkan cahayanya. Padahal lampu atau matahari tersebut sebenarnya tetap ada seperti sedia kala.
Ketika kita menghadiri satu forum, lingkungan atau majlis yang isinya bernuansa kebajikan, nuansa menguatkan kesadaran kita, maka akal kita menjadi terang lagi.
Kalau toh usia kita pendek, itupun kualitasnya sungguh luar biasa, karena di forum itulah kita mendapatkan nuansa keimanan kembali, kemudian kita bisa khusyu', patuh/manut, khasyah (takut disertai rasa cinta), selanjutnya kita bisa merenung, berdzikir, dan lain sebagainya.
Itu semua adalah situasi yang terus menerus menghidupkan mesin ruhani kita. Tentu namanya mesin pasti didukung perangkat lainnya seperti dinamo, koil, pelumas oli, kabel-kabelnya, dll.
Bagaimana supaya semua perangkat tersebut dapat hidup ? itu dihidupkan dengan kebaikan, kekhusyukan, khudur (selalu ingat), khasyah, dan dzikir-dzikir kita.
Kenapa seringkali kita sejenak sadar, terus alpa lagi, ingat kembali, hilang lagi keimanan kita ?
Karena kita berada di wilayah sedang diuji oleh Allah Ta'ala, tentu jawabannya pasti disembunyikan. Begitu juga iman kita itu diuji, apa rahasia kita diperintah beriman ?
Seandainya rahasia iman yang selama ini kita yakini, dibuka oleh Allah Ta'ala, maka anda tidak akan mau berdekat-dekat dengan maksiat atau bahkan tidak akan pernah maksiat sama sekali. Hidup anda untuk ibadah, patuh terus, tidak mau melenceng.
Makanya tidak ada sesuatu yang menenggelamkan iman, kecuali seseorang yang membiarkan nafsunya. Tidak ada musuh terbesar kecuali syetan. Begitu kita usir syetan, dia akan pergi, ketika nafsu kita tak terkendali, syetan akan datang lagi dengan cara, situasi, dan siasat baru lagi, sesuai dengan ilmu pengetahuan dan tingkat derajat ketaqwaan kita.
Jika dia seorang profesor, jenis syetannya setara profesor, jika dia seorang Raja, jenis syetannya juga setara raja. "